Archive for 2013

BK Pola 17 Plus

Kamis, 31 Oktober 2013
Posted by Dddfggg
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan berdampak pada buruknya citra bimbingan dan konseling, sehingga melahirkan miskonsepsi terhadap pelaksanaan BK, munculnya persepsi negatif terhadap pelaksanaan BK, berbagai kritikan muncul sebagai wujud kekecewaan atas kinerja Guru Pembimbing sehingga terjadi kesalahpahaman, persepsi negatif dan miskonsepsi berlarut. Masalah menggejala diantaranya: konselor sekolah dianggap polisi sekolah, BK dianggap semata-mata sebagai pemberian nasehat, BK dibatasi pada menangani masalah yang insidental, BK dibatasi untuk klien-klien tertentu saja, BK melayani ”orang sakit” dan atau ”kurang normal”, BK bekerja sendiri, konselor sekolah harus aktif sementara pihak lain pasif, adanya anggapan bahwa pekerjaan BK dapat dilakukan oleh siapa saja, pelayanan BK berpusat pada keluhan pertama saja, menganggap hasil pekerjaan BK harus segera dilihat, menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien, memusatkan usaha BK pada penggunaan instrumentasi BK (tes, inventori, kuesioner dan lain-lain) dan BK dibatasi untuk menangani masalah-masalah yang ringan saja.

Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan disebabkan diantaranya oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Belum adanya hukum
Sejak Konferensi di Malang tahun 1960 sampai dengan munculnya Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP Bandung dan IKIP Malang tahun 1964, fokus pemikiran adalah mendesain pendidikan untuk mencetak tenaga-tenaga BP di sekolah. Tahun 1975 Konvensi Nasional Bimbingan I di Malang berhasil menelurkan keputusan penting diantaranya terbentuknya Organisasi bimbingan dengan nama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI). Melalui IPBI inilah kelak yang akan berjuang untuk memperolah Payung hukum pelaksanaan Bimbingan dann Penyuluhan di sekolah menjadi jelas arah kegiatannya.
2. Semangat luar biasa untuk melaksanakan
BP di sekolahLahirnya SK Menpan No. 026/Menpan/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Merupakan angin segar pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah. Semangat yang luar biasa untuk melaksanakan ini karena di sana dikatakan “Tugas guru adalah mengajar dan/atau membimbing.” Penafsiran pelaksanaan ini di sekolah dan didukung tenaga atau guru pembimbing yang berasal dari lulusan Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan atau Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (sejak tahun 1984/1985) masih kurang, menjadikan pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas. Lebih-lebih lagi dilaksanakan oleh guru-guru yang ditugasi sekolah berasal dari guru yang senior atau mau pensiun, guru yang kekurangan jam mata pelajaran untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Pengakuan legal dengan SK Menpan tersebut menjadi jauh arahnya terutama untuk pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah.
3. Belum ada aturan main yang jelas
Apa, mengapa, untuk apa, bagaimana, kepada siapa, oleh siapa, kapan dan di mana pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan dilaksanakan juga belum jelas. Oleh siapa bimbingan dan penyuluhan dilaksanakan, di sekolah banyak terjadi diberikan kepada guru-guru senior, guru-guru yang mau pensiun, guru mata pelajaran yang kurang jam mengajarnya untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Guru-guru ini jelas sebagian besar tidak menguasai dan memang tidak dipersiapkan untuk menjadi Guru Pembimbing. Kesan yang tertangkap di masyarakat terutama orang tua murid Bimbingan Penyuluhan tugasnya menyelesaikan anak yang bermasalah. Sehingga ketika orang tua dipanggil ke sekolah apalagi yang memanggil Guru Pembimbing, orang tua menjadi malu, dan dari rumah sudah berpikir ada apa dengan anaknya, bermasalah atau mempunyai masalah apakah. Dari segi pengawasan, juga belum jelas arah dan pelaksanaan pengawasannya. Selain itu dengan pola yang tidak jelas tersebut mengakibatkan:

  • Guru BP (sekarang Konselor Sekolah) belum mampu mengoptimalisasikan tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayanan terhadap siswa yang menjadi tanggungjawabnya. Yang terjadi malah guru pembimbing ditugasi mengajarkan salah satu mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, Kesenian, dsb.nya.
  • Guru Pembimbing merangkap pustakawan, pengumpul dan pengolah nilai siswa dalam kelaskelas tertentu serta berfungsi sebagai guru piket dan guru pengganti bagi guru mata pelajaran yang berhalangan hadir.
  • Guru Pembimbing ditugasi sebagai “polisi sekolah” yang mengurusi dan menghakimi para siswa yang tidak mematuhi peraturan sekolah seperti terlambat masuk, tidak memakai pakaian seragam atau baju yang dikeluarkan dari celana atau rok.
  • Kepala Sekolah tidak mampu melakukan pengawasan, karena tidak memahami program pelayanan serta belum mampu memfasilitasi kegiatan layanan bimbingan di sekolahnya.
  • Terjadi persepsi dan pandangan yang keliru dari personil sekolah terhadap tugas dan fungsi guru pembimbing, sehingga tidak terjalin kerja sama sebagaimana yang diharapkan dalam organisasi bimbingan dan konseling. Kondisi-kondisi seperti di atas, nyaris terjadi pada setiap sekolah di Indonesia.

Lahirnya Pola 17 Plus

Program layanan Bimbingan Konseling tidak dapat berjalan dengan efektif apabila tidak didukung dengan profesionalismenya guru BK tersebut dalam melayani siswanya dengan terprogram secara efektif apabila kurang atau tidak didukung faktor lain, misalnya faktor pengalaman bekerja.
Layanan konseling yang diberikan kepada peserta didik untuk belajar dengan efektif. Efektivitas konseling dapat tercapai bila seorang konselor atau guru pembimbing melaksanakan pola 17, antara lain:


Peran dan Tanggung Jawab Masing-Masing Personil dalam Struktur Organisasi BK di Sekolah
a.       Kepala Sekolah
Sebagai penanggung jawab kegiatan pendidikan secara menyeluruh di sekolah yang bersangkutan. Tugas kepala atau peranan kepala sekolah adalah :
1)      Mengkoordinasikan segenap kegiatan yang diprogramkan di sekolah, sehingga kegiatan pengajaran, pelatihan dan bimbingan Konseling merupakan kesatuan yang terpadu, harmonis dan dinamis.
2)      Menyediakan sarana dan prasarana, tenaga / SDM dan berbagai kemudahan bagi terlaksananya layanan bimbingan Konseling yang efektif dan efisien.
3)      Melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap perencanaan dan pelaksanaan program BK, penilaian dan upaya tindak lanjut layanan bimbingan Konseling.
4)      Mengadakan hubungan dengan lembaga-lembaga di luar sekolah dalam rangka kerja sama pelaksanaan pelayanan bimbingan Konseling.
5)      Memberikan kemudahan bagi terlaksananya program BK di sekolah.
6)      Menetapkan koordinator guru pembimbing yang bertanggung jawab  atas koordinasi pelaksanaan BK di sekolah berdasarkan kesepakatan bersama guru pembimbing ( konselor).
7)      Menyiapkan surat tugas guru pembimbing dalam proses BK pada setiap awal semester.
8)      Menyiapkan surat pernyataan melakukan kegiatan BK sebagai bahan usulan angka kredit bagi guru pembimbing ( konselor).
9)      Melaksanakan layanan BK terhadap minimal 40 siswa bagi kepala sekolah yang berlatar belakang pendidikan BK.
b.      Staf Pimpinan / Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) bertugas membantu kepala sekolah dalam hal :
1)      Mengkoordinasikan pelaksanaan layanan BK kepada semua personil sekolah
2)      Melaksanakan kebijakan pimpinan sekolah terutama dalam layanan BK dan
3)      Melaksanakan BK terhadap minimal 75 siswa, bagi wakasek yang berlatar belakang pendidikan BK
c.       Koordinator Bimbingan Konseling
1)      Koordinator Bimbingan Konseling bertugas mengkoordinasikan guru BK dalam :
a)      Memasyarakatkan pelayanan bimbingan Konseling
b)      Menyusun program Bimbingan Konseling
c)      Melaksanakan program Bimbingan Konseling
d)     Mengadministrasikan pelayanan Bimbingan Konseling
e)      Menilai program dan pelaksanaan Bimbingan Konseling
f)       Memberikan tindak lanjut terhadap hasil penilaian BK.
2)      Membuat usulan kepada kepala sekolah dan mengusahakan terpenuhinya tenaga, sarana dan prasarana.
3)      Mempertanggung jawabkan pelaksanaan kegiatan BK kepada kepala sekolah.
d.      Guru Bimbingan Konseling / Konselor Sebagai pelaksana utama, tenaga inti dan ahli guru Bimbingan Konseling / konselor bertugas.
1)      Memasyarakatkan pelayanan Bimbingan Konseling
2)      Merencanakan program Bimbingan Konseling
3)      Melaksanakan segenap layanan Bimbingan Konseling
4)      Melaksanakan kegiatan pendukung Bimbingan Konseling
5)      Menilai proses dan hasil pelayanan Bimbingan Konseling dan  kegiatan pendukungnya.
6)      Melaksanakan tindak lanjut berdasarkan penilaian
7)      Mengadministrasikan layanan dan kegitan bimbingan konseling yang dilaksanakan.
8)      Mempertanggungjawabkan tugas dan kegiatannya dalam pelayanan bimbingan konseling pada koordinator.
e.       Guru Mata Pelajaran.
Sebagai tenaga ahli pengajaran dalam mata pelajaran tertentu dan sebagai personil yang sehari-hari langsung berhubungan dengan siswa, peranan guru mata pelajaran dalam pelayanan bimbingan konseling adalah :
1)      Membantu memasyarakatkan pelayanan Bimbingan Konseling kepada siswa.
2)      Membantu guru Bimbingan Konseling / konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan Bimbingan Konseling.
3)      Mengalih tangankan (liferal) siswa yang memerlukan layanan Bimbingan Konseling kepada konselor.
4)      Menerima siswa alih tangan dari guru Bimbingan Konseling, yaitu siswa yang menurut guru Bimbingan Konseling memerlukan pelayanan pengajaran khusus (seperti pengajaran perbaikan, program pengajaran.
5)      Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan Bimbingan Konseling.
6)      Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan Bimbingan Konseling.
7)      Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa seperti konferensi kasus.
8)      Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan Bimbingan Konseling dan upaya tindak lanjutnya.
f.       Wali Kelas.
Sebagai pengelola kelas tertentu, dalam pelayanan bimbingan dan konseling wali kelas berperan:
1)      Membantu mengelola kelas tertentu, dalam pelayanan Bimbingan Konseling, wali kelas berperan dengan cara :
a)      Mengumpulkan data tentang siswa.
b)      Menyelenggarakan penyuluhan
c)      Meneliti kemajuan dan perkembangan siswa.
d)     Pengaturan dan penempatan siswa.
e)      Mengidentifikasi siswa sehari-hari.
f)       Kunjungan rumah/konsultasi dengan orang tua/wali.
2)      Membantu guru mata pelajaran melaksanakan perannya dalam pelayanan  Bimbingan Konseling, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya.
3)      Membantu memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya untuk mengikuti layanan bimbingan dan konseling. 
4)      Ikut serta dalam konferensi kasus
g.      Staf Tata Usaha / Administrasi.
Staf tata usaha atau administrasi adalah personil yang bertugas:
1)      Membantu guru pembimbing dan koordinator dalam mengadministrasikan seluruh kegiatan BK di sekolah
2)      Membantu mempersiapkan seluruh kegiatan BK
3)      Membantu menyiapkan sarana yang diperlukan dalam layanan BK

4)      Membantu melengkapi dokomen tentang siswa seperti catatan komulatif siswa.
1.        Kesukarelaan
2.        Keterbukaan
3.        Kegiatan
4.        Kenormatifan
5.        Kerahasiaan (masalah yang dibahas dalam kelompok menjadi rahasia kelompok yang tak boleh dibocorkan ke kelompok lainnya)
1.        Berdasarkan Tujuan dan Fungsi
             a.       BKP
·         Pencegahan masalah
·         Pengembangan pribadi
              b.      KKP
·         Pemecahan masalah
·         Pencegahan masalah
·         Pengembangan pribadi

2.        Berdasarkan Jumlah Anggota Konseli 
             a.       BKP
·         2-15 Orang
             b.      KKP
·         2-7 Orang

3.        Berdasarkan Karakteristik Anggota (dari segi gender maupun jenis masalah)
             a.       BKP
·         Homogen-heterogen
             b.      KKP
·         Homogen

4.        Berdasarkan Bentuk Kegiatan
             a.       BKP
·         Permainan-instruksional
             b.      KKP
·         Transaksional

5.        Berdasarkan Peran Pembimbing
             a.       BKP
·         Fasilitator dan tutor
             b.      KKP
·         Fasilitator dan terapis

6.        Berdasarkan Peran Anggota
             a.       BKP
·         Anggota aktif membahas topik yang relevan dan bermanfaat bagi pencegahan masalah atau pengembangan pribadi
             b.      KKP
·         Anggota aktif membahas masalah pribadi serta berbagi dalam memecahkan masalah orang lain atau dalam upaya pengembangan pribadi anggota

7.        Berdasarkan Suasana Interaksi
             a.       BKP
·         Multi arah
·         Aktif bernuansa intelektual
·         Pencerahan
·         Pendalaman
             b.      KKP
·         Multi arah
·         Aktif bernuansa intelektual
·         Afeksional
·         Emosional

8.        Berdasarkan Teknik yang Digunakan
             a.       BKP
·         Sosio-edukasional
Ø  Cooperative
Ø  Diskusi
             b.      KKP
·         Psiko-edukasional
Ø  Psychoanalysis Therapy
Ø  Transactional Analysis Therapy
Ø  Behavioral Therapy
Ø  Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT)
Ø  Reality Therapy
Ø  Client Centered Therapy
Ø  Gestalt Therapy

9.        Berdasarkan Sifat dan Materi Pembicaraan
             a.       BKP
·         Masalah umum
·         Tidak mengandung rahasia pribadi
             b.      KKP
·         Masalah pribadi
·         Memuat rahasia pribadi

10.    Berdasarkan Lama dan Frekuensi Kegiatan
             a.       BKP
·         Sesuai dengan tingkat pemahaman anggota tentang topik masalah
             b.      KKP
·         Sesuai dengan tingkat ketuntasan pemecahan masalah individual anggota

11.    Berdasarkan Evaluasi
             a.       BKP
·         Keterlibatan
·         Pemahaman isi
·         Dampak terhadap anggota kelompok
             b.      KKP
·         Keterlibatan
·         Kedalaman
·         Dampak terhadap ketuntasan pemecahan masalah individual anggota


1.      Format Layanan Klasikal
a.       Lebih dari 20 konseli
b.      Bentuk layanan yang diberikan;
·         Layanan orientasi
·         Layanan informasi
c.       Dilakukan jika ingin memberikan pemahaman kepada satu tingkatan kelas untuk memahami satu kompetensi yang umum
2.      Format Layanan Kelompok
a.       Minimal 2 konseli dan maksimal 10/15 konseli
b.      Bentuk layanan yang diberikan;
·         Konseling kelompok
·         Bimbingan kelompok
c.       Dilakukan jika ada beberapa individu yang memiliki masalah yang sama, dengan tingkat kerahasiaan yang umum
3.      Format Layanan Individual
a.       Seorang konseli
b.      Bentuk layanan yang diberikan;
·         Konseling individual

c.       Dilakukan jika ada masalah dari individu yang sangat bersifat rahasia dan tidak dapat diungkapkan di muka umum.
1.        PLANNING
a.       Program BK tahunan
b.      Program BK semester
c.       Program BK bulanan
d.      Program BK mingguan
e.       Program BK harian
2.        ORGANITATION
Struktur organisasi dan deskripsi tugas
3.        STAFFING
Pembinaan staf, pengembangan kemampuan guru BK melalui kegiatan-kegitan peningkatan mutu
4.        MOTIVATION
Pemberian penghargaan atau hukuman/sanksi
5.        CONTROLLING
a.       Pengawasan terhadap program BK

b.      Evaluasi keberhasilan program
1.        Cara Sederhana
a.       Membagi siswa satu kelas sama banyak berdasarkan nomor urut absensi menjadi beberapa kelompok
b.      Membagi siswa menjadi beberapa kelompok dengan jumlah laki-laki dan perempuan seimbang
c.       Memberikan kesempatan siswa untuk mencari anggota kelompok sendiri yang jumlahnya sesuai dengan anjuran dari pimpinan kelompok
d.      Membagi kelompok siswa berdasarkan deretan tempat duduk
e.       Membagi siswa dengan berhitung
Catatan : metode ini hanya dilakukan bila dalam situasi mendesak
2.        Cara Rasional
Harus memperhatikan beberapa hal berikut :
a.       Beragam jenis kelamin
b.      Beragam kemampuan akademik (konselor sudah punya data tentang kemampuan peserta didik)
c.       Beragam sosial ekonomi
d.      Tempat tinggal berdekatan (untuk BKP/KKP di luar jam sekolah)

e.       Berdasarkan hasil analisis sosiometri, AUM umum, AUM PTSDL, ITP, Angket
1.        Konselor lintas budaya sadar akan nilai-nilai pribadi yang dimiliki dan asumsi-asumsi terbaru tentang prilaku manusia
2.        Konselor lintas budaya sadar terhadap karakteristik konseling secara umum
3.        Konselor lintas budaya harus mengetahui pengaruh kesukuan dan mereka mempunyai perhatian terhadap lingkungannya

4.        Konselor lintas budaya tidak boleh mendorong konseli untuk dapat mempelajari dan memahami nilai-nilai budaya pada konseli
1.        Identifikasi kebutuhan konseli (need assesment)
2.        Perumusan tujuan
3.        Pengembangan komponen program
4.        Penyusunan deskripsi kerja para personel pelaksana
5.        Penetapan anggaran/pembiayaan
6.        Penyiapan sarana dan prasarana/fasilitas yang mendukung penyelenggaraan program


Tujuan BK Pribadi

Posted by Dddfggg
1.        Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat atau pengambilan keputusan secara mandiri, sesuai dengan nilai-nilai agama, sistem etika, atau nilai-nilai budaya
2.        Memiliki kemampuan untuk merawat dan memelihara diri sehingga menampilkan sosok diri yang rapi, bersih dan sehat
3.        Memiliki kemampuan untuk mengolah stress
4.        Memiliki sikap optimis dalam menghadapi kehidupan atau masa depan


1.        Komitmen hidup beragama
2.        Pemahaman sifat dan kemampuan diri
3.        Bakat dan minat
4.        Konsep diri
5.        Kemampuan mengatasi masalah-masalah pribadi
1.        Agar konseli lebih menyadari diri
2.        Agar konseli bertanggung jawab besar terhadap dirinya
3.        Agar konseli menjadi lebih tahu kelebihan dan kekuarangan yang dimilikinya
4.        Agar konseli mengetahui masalah-masalah yang dihadapinya dan dapat menyelesaikan konflik-konflik yang dialaminya
5.        Agar konseli memahami semua perasaan dan pengalaman ke dalam seluruh hidupnya
6.        Agar konseli belajar mengambil resiko
7.        Agar konseli lebih percaya diri
1.        Kajian BK terfokus pada pengembangan (prilaku individu) untuk mewujudkan keberfungsian diri dalam lingkungan membantu individu berkembang secara efektif
2.        Peran ganda konselor yaitu sebagai fasilitator pilihan dan kebebasan individu di satu sisi dan pengembangan individu di sisi lain

3.        Filsafat BK bersumber dari filsafat tentang hakekat manusia
1.        Keberadaan BK dalam pendidikan merupakan konsekuensi logis dari hakekat pendidikan itu sendiri
2.        Teori BK bertolah dari pandangan tentang hakekat manusia dan dikembangkan dari kerangka pikir tentang perkembangan kepribadian dan peribahan perilaku yang dapat dipahami dari berbagai model teori
3.        Proses BK merupakan sebuah perjumpaan perkembangan yang didalamnya akan memperhadapkan konselor kepada persoalan-persoalan nilai-nilai yang dianut individu dan pengaruh konselor yang mungkin terjadi terhadap perkembangan nilai individu (konselor menjadi model)
4.        Esensi tujuan BK terletak pada kemandirian individu atau dengan kata lain, kemandirian adalah tujuan BK
5.        Pendidikan bertolak dari hakekat manusia dan merupakan upaya membantu manusia untuk menjadi apa yang bisa dia perbuat dan bagaimana dia harus menjadi dan berada
6.        Mendidik berarti bertindak secara bertujuan dalam mempengaruhi perkembangan manusia. Tindakan mendidik adalah pilihan moral dan bukan pilihan teknis belaka
KODE ETIK PROFESI KONSELOR INDONESIA
(ASOSIASI BIMBINGAN KONSELING INDONESIA)

PENDAHULUAN

Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) adalah suatu organisasi profesi yang beranggotakan guru bimbingan dan konseling atau konselor dengan kualifikasi pendidikan akademik strata satu (S-1) dari Program Studi Bimbingan dan Konseling dan Program Pendidikan Konselor (PPK). Kualifikasi yang dimiliki konselor adalah kemampuan dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling dalam ranah layanan pengembangan pribadi, sosial, belajar dan karir bagi seluruh konseli.
Konselor profesional memberikan layanan berupa pendampingan (advokasi) pengkoordinasian, mengkolaborasi dan memberikan layanan konsultasi yang dapat menciptakan peluang yang setara dalam meraih kesempatan dan kesuksesan bagi konseli berdasarkan prinsip-prinsip pokok profesionalitas:
1.      Setiap individu memiliki hak untuk dihargai, diperlakukan dengan hormat dan mendapatkan kesempatan untuk memperoleh layanan bimbingan dan konseling. Konselor memberikan pendampingan bagi individu dari berbagai latar belakang kehidupan yang beragam dalam budaya; etnis, agama dan keyakinan; usia; status sosial dan ekonomi; individu dengan kebutuhan khusus; individu yang mengalami kendala bahasa; dan identitas gender.
2.      Setiap individu berhak memperoleh informasi yang mendukung kebutuhannya untuk mengembangkan dirinya.
3.      Setiap individu mempunyai hak untuk memahami arti penting dari pilihan hidup dan bagaimana pilihan tersebut akan mempengaruhi masa depannya.
4.      Setiap individu memiliki hak untuk dijaga kerahasiaan pribadinya sesuai dengan aturan hukum, kebijakan, dan standar etika layanan.

Kode etik Profesi Konselor Indonesia memiliki lima tujuan, yaitu:
1.      Melindungi konselor yang menjadi anggota asosiasi dan konseli sebagai penerima layanan.
2.      Mendukung misi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia.
3.      Kode etik merupakan prinsip-prinsip yang memberikan panduan perilaku yang etis bagi konselor dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling.
4.      Kode etik membantu konselor dalam membangun kegiatan layanan yang profesional.
5.      Kode etik menjadi landasan dalam menghadapi dan menyelesaikan keluhan serta permasalahan yang  datang dari anggota asosiasi.

A.Pengertian
Etika adalah suatu sistem prinsip moral, etika suatu budaya.Aturan tentang tindakan yang dianut berkenaan dengan perilaku suatu kelas manusia, kelompok, atau budaya tertentu.
Etika Profesi Bimbingan dan Konseling adalah kaidah-kaidah perilaku yang menjadi rujukan bagi konselor dalam melaksanakan tugas atau tanggung jawabnya  memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada konseli. Kaidah-kaidah perilaku yang dimaksud adalah:
1.      Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan penghargaan sebagai manusia; dan mendapatkan layanan konseling tanpa melihat suku bangsa, agama, atau budaya.
2.      Setiap orang/individu memiliki hak untuk mengembangkan dan mengarahkan diri.
3.      Setiap orang memiliki hak untuk memilih dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambilnya.
4.      Setiap konselor membantu perkembangan setiap konseli, melalui layanan bimbingan dan konseling secara profesional.
5.      Hubungan konselor-konseli sebagai hubungan yang membantu yang didasarkan kepada kode etik (etika profesi).  

Kode Etik adalah seperangkat standar, peraturan, pedoman, dan nilai yang mengatur mengarahkan perbuatan atau tindakan dalam suatu perusahaan, profesi, atau organisasi bagi para pekerja atau anggotanya, dan interaksi antara para pekerja atau anggota dengan masyarakat.
Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap anggota profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia. Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia wsajib dipatuhi dan diamalkan oleh pengurus dan anggota organisasi tingkat nasional , propinsi, dan kebupaten/kota (Anggaran Rumah Tangga ABKIN, Bab II, Pasal 2)

B.  Dasar Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling
1.      Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2.      Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
3.      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (pasal 28 ayat 1, 2 dan 3 tentang standar pendidik dan tenaga kependidikan)
4.      Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.
5.      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.





BAB I
KUALIFIKASI, KOMPETENSI DAN KEGIATAN PROFESIONAL
KONSELOR

A. Kualifikasi
1.      Sarjana pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling.
2.      Berpendidikan profesi konselor (PPK).

B. Kompetensi
Sosok utuh kompetensi konselor  terdiri atas dua komponen yang berbeda namun terintegrasi dalam praksis sehingga tidak bisa dipisahkan yaitu kompetensi akademik dan kompetensi profesional. Kompetensi tersebut dijabarkan seperti tertera pada gambar berikut.
1.      Memahami Secara Mendalam Konseli yang Hendak Dilayani
a.       Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas, kebebasan memilih, dan mengedepankan kemaslahatan konseli dalam konteks kemaslahatan umum
b.      Mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan psikologis serta perilaku  konseli 
2.      Menguasai Landasan Teoretik Bimbingan dan Konseling
a.       Menguasai teori dan praksis pendidikan
b.      Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur, jenis, dan jenjang, satuan pendidikan
c.       Menguasai konsep dan praksis penelitian  dalam bimbingan dan konseling
d.      Menguasai kerangka teoretik dan praksis bimbingan dan konseling
3.      Menyelenggarakan Bimbingan dan Konselingyang Memandirikan
a.       Merancang program Bimbingan dan Konseling
b.      Mengimplementasikan program  Bimbingan dan Konseling yang komprehensif
c.       Menilai proses dan hasil kegiatan Bimbingan dan Konseling.
d.      Menguasai konsep dan praksis asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah konseli
4.      Mengembangkan Pribadi dan Profesionalitas Secara Berkelanjutan
a.       Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b.      Menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat
c.       Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional
d.      Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat bekerja
e.       Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling
f.       Mengimplementasikan kolaborasi antarprofesi

C. Kegiatan Profesional Konselor
1.   Informasi, Testing dan Riset    
a.   Penyimpanan dan Penggunaan Informasi
1)      Catatan tentang diri konselispt; wawancara, testing, surat-menyurat, rekaman dan data lain merupakan informasi yg bersifat rahasia dan hanya boleh dipergunakan untuk kepentingan konseli.
2)      Penggunaan data/informasi dimungkinkan untuk keperluan riset atau pendidikan calon konselor sepanjang identitas konselidirahasiakan.
3)      Penyampaian informasi ttg konselikepada keluarganya atau anggota profesi lain membutuhkan persetujuan konseli
4)      Penggunaan informasi ttg Konselidalam rangka konsultasi dgn anggota profesi yang sama atau yang lain dpt dibenarkan asalkan kepentingan konselidan tidak merugikan konseli.
5)      Keterangan mengenai informasi profesional hanya boleh diberikan kepada orang yang berwenang menafsirkan dan menggunakannya. 
b.   Testing 
Suatu jenis tes hanya diberikan oleh konselor yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya.
1)      Testing dilakukan bila diperlukan data yang lebih luas tentang sifat, atau ciri kepribadian subyek untuk kepentingan pelayanan
2)      Konselor wajib memberikan orientasi yg tepat pada konselidan orang tua mengenai alasan digunakannya tes, arti dan kegunaannya.
3)      Penggunaan satu jenis tes wajib mengikuti pedoman atau petunjuk yg berlaku bagi tes tersebut
4)      Data hasil testing wajib diintegrasikan dengan informasi lain baik dari konselimaupun sumber lain
5)      Hasil testing hanya dapat diberitahukan pada pihak lain sejauh ada hubungannya dgn usaha bantuan kepada konseli    
c.   Riset
1)      Dalam mempergunakan riset thdp manusia, wajib dihindari hal yang merugikan subyek
2)      Dalam melaporkan hasil riset, identitas konselisebagai subyek wajib dijaga kerahasiannya. 
2.   Proses Pelayanan 
a.   Hubungan dalam Pemberian Pelayanan
1)      Konselor wajib menangani konseliselama ada kesempatan dlm hubungan antara konselidgn konselor
2)      Konselisepenuhnya berhak mengakhiri hubungan dengan konselor, meskipun proses konseling belum mencapai hasil konkrit
3)      Sebaliknya Konselor tidak akan melanjutkan hubungan bila konselitidak memperoleh manfaat dari hubungan tersebut.  
b.   Hubungan dengan Konseli
1)      Konselor wajib menghormati harkat, martabat, integritas dan keyakinan konseli.
2)      Konselor wajib menempatkan kepentingan konselinya diatas kepentingan pribadinya.
3)      Konselor tidak diperkenankan melakukan diskriminasi atas dasar suku, bangsa, warna kulit, agama, atau status sosial tertentu.
4)      Konselor  tidak diperkenankan memaksa seseorang untuk memberi bantuan pada seseorang tanpa izin dari orang yang bersangkutan.
5)      Konselor wajib memberi pelayanan kepada siapapun terlebih dalam keadaan darurat atau banyak orang menghendakinya.
6)      Konselor wajib memberikan pelayanan hingga tuntas sepanjang dikehendaki konseli.
7)      Konselor wajib menjelaskan kepada konseli sifat hubungan yang sedang dibina dan batas-batas tanggung jawab masing-masing dalam hubungan profesional.
8)      Konselor wajib mengutamakan perhatian terhadap konseli.



BAB II
HUBUNGAN KONSELING

A.  Kesejahteraan Bagi Orang yang Dilayani Konselor
Konselor mendorong pertumbuhan dan perkembangan konseli dengan cara membantu kesejahteraan konseli dan memajukan pembentukan hubungan yang sehat. Konselor harus secara aktif untuk memahami perbedaan latar belakang budaya yang dimiliki konseli yang sedang dilayani. Konselor harus mengeksplorasi identitas budaya dan dampaknya terhadap nilai dan kepercayaan dalam proses konseling.
Konselor mendorong konseli untuk dapat berkontribusi pada masyarakat dengan mendedikasikan kemampuan yang dimilikinya. 
1.   Tanggung Jawab Konselor
Tanggung jawab konselor adalah menghargai dan meningkatkan kesejahteraan konseli. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut maka konselor harus melaksanakan tanggung jawab sebagai berikut.
a.   Tanggung Jawab Konselor Terhadap Siswa
1)      Konselor memiliki kewajiban utama untuk memperlakukan siswa sebagai individu yang unik dengan sikap respek.
2)      Konselorsecarapenuhmembantukonselidalammengembangkanpotensiataukebutuhannya(baikyangterkaitdenganpersonal,sosial,pendidikan,maupunvokasional);danmendorongkonseliuntukmencapaiperkembanganyangoptimal.
3)      Menahan diri dari upaya menorong siswa untuk menerima nilai, gaya hidup, dan keyakinan yang menjadi orientasi pribadi konselor sendiri.
4)      Bertanggung jawab untuk memelihara hak-hak konseli.
5)      Memelihara kerahasiaan data konseli.
6)      Memberikan berbagai informasi yang dibutuhkan konseli.


b.   Tanggung Jawab Terhadap Orang Tua
1)      Melakukan hubungan kerjasama (kolaborsi) dengan orang tua siswa dalam memfasilitasi perkembangan siswa secara optimal.
2)      Memberikan informasi kepada orang tua siswa tentang peranan konselor, terutama tentang hakikat hubungan konseling yang rahasia antara konselor dan konseli.
3)      Memberikan informasi yang akurat, komprehensif, dan relevan dengan tujuan.
4)      Melakukan sharing informasi tentang konseli.
 
c.   Tanggung jawab Terhadap Kolega/Pihak Sekolah
1)      Membangun dan memelihara hubungan kooperatif dengan kepala sekolah, guru-guru, dan staf sekolah dalam rangka memfasilitasi pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling.
2)      Menerima masukan pendapat atau kritikan dari kepala sekolah, dan guru-guru sebagai dasar untuk mengembangkan atau memperbaiki program Bimbingan dan Konseling.

d.   Tanggung Jawab TerhadapDirinya Sendiri
1)      Menyadari bahwa karakteristik pribadinya memberikan dampak terhadap kualitas layanan konseling.
2)      Memiliki pemahaman terhadap batas-batas kompetensi yang dimilikinya, dan menerima tanggung jawab terhadap kegiatan yang dilakukannya.
3)      Berusaha secara terus menerus untuk mengembangkan kompetensi (wawasan pengetahuan, dan keahlian) profesionalitas, dan kualitas kepribadiannya.


e.   Tanggung Jawab Terhadap Organisasi Profesi
1)      Dalam melaksanakan hak dan kewajibannya Konselor wajib mengaitkannya dengan tugas dan kewajibannya terhadap konseli dan profesi sesuai kode etik untuk kepentingan dan kebahagiaan konseli
2)      Konselor tidak dibenarkan menyalahgunakan jabatannya sebagai konselor untuk maksud mencari keuntungan pribadi atau maksud lain yang merugikan konseli, atau menerima komisi atau balas jasa dalam bentuk yang tidak wajar. 



BAB III
KERAHASIAAN DALAM KOMUNIKASI DAN HAL-HAL YANG
BERSIFAT PRIBADI

Konselor menyadari bahwa kepercayaan merupakan hal yang paling utama dalam hubungan konseling. Konselor berusaha mendapatkan kepercayaan konseli melalui hubungan konseling, menciptakan batasan dan keleluasan yang sepatutnya, hingga menjaga kerahasiaan. Konselor mengkomunikasikan tolok ukur kerahasiaan dengan cara yang baik dan bisa diterima oleh konseli.
A.    Menghargai Hak-Hak Konseli
1.      Kesadaran konselor akan keberagaman  atau hal yang bersifat multikultural.
2.      Menghargai hal-hal yang bersifat pribadi menyangkut kehidupan konseli.
3.      Menghargai kerahasiaan informasi mengenai konseli. Dalam hal ini konselor hanya berbagi informasi seizin konseli atau berdasarkan pertimbangan etis dan hukum.
4.      Menjelaskan berbagai keterbatasan kerahasiaan ataupun situasi-situasi tertentu yang menyebabkan kerahasiaan harus dibuka. Hal ini bisa dilakukan pada tahap pengenalan dalam proses konseling.

B.     Berbagi Informasi Dengan Pihak Lain
1.      Pegawai Lembaga, dalam hal ini konselor harus memastikan keamanan dan kerahasian informasi mengenai data-data konseli yang diurus oleh pegawai lembaga, termasuk pegawai, mahasiwa, asisten dan tenaga sukarela.
2.      Team Konselor, jika penanganan konseli melibatkan sejumlah konselor dengan peranannya masing-masing, maka konseli terlebih dahulu diberitahukan mengenai hal tersebut dan informasi-informasi apa saja mengenai dirinya yang akan dibagi dalam tim tersebut.
3.      Pihak ketiga yang membiayai, konselor akan membagi informasi kepada pihak ketiga mengenai konseli jika konseli membuat perjanjian dengan pihak yang memiliki otoritas.
4.      Memindahkan informasi rahasia, konselor memperhatikan dan memastikan keamanan pemindahan data-data rahasia dengan  komputer melalui surat elektronik, mesin fax, telepon, dan perlengkapan teknologi komputer lainnya.

C.    Rekaman Data Konseling
1.      Kerahasiaan rekaman, terkait dengan proses dan tempat penyimpanan hingga orang-orang yang memiliki wewenang untuk rekaman tersebut.
2.      Izin untuk merekam, konselor meminta izin kepada konseli untuk merekam proses konseling dalam bentuk elektronik maupun bentuk lain.
3.      Izin untuk observasi, konselor meminta izin dari konseli dalam rangka observasi sesi konseling dalam lingkungan pelatihan, seperti meninjau hasil transkrip bersama peninjau dan fakultas.
4.      Rekaman bagi Konseli, konselor hanya memberikan salinan rekaman kepada konseli yang memang memerlukan. Konselor membatasi pemberian salinan rekaman atau sebagian salinan kepada konseli hanya jika isi rekaman tersebut akan mengganggu atau menyakiti perasaan konseli. Dalam situasi konseling yang melibatkan banyak konseli, maka konselor hanya memberikan salinan rekaman data yang menyangkut konseli yang memintanya dan tidak menyertakan salinan data yang menyangkut konseli lain.
5.      Bantuan dengan rekaman data, konselor memberikan bantuan kepada konseli dengan cara memberikan konsultasi dalam memaknai rekaman data.
6.      Membuka atau memindahkan rekaman, konselor meminta persetujuan tertulis  dari konseli untuk membuka atau memindahkan rekaman data kepada pihak ketiga yang memiliki wewenang.
7.      Penyimpanan dan pemutihan rekaman setelah konseling berakhir, jika konselor mengatur penyimpanan rekaman-rekaman data konseling dengan mengikuti tahapan pengakhiran agar memudahkan proses membuka data tersebut di masa yang akan datang ataupun jika rekaman tersebut akan dimusnahkan. Konselor memelihara data rekaman konseli dengan tetap menjaga kerahasiaannya.

D.    Penelitian dan Pelatihan
1.      Persetujuan institusi atau lembaga, jika konselor akan menggunakan informasi-informasi mengenai konseli sebagai bagian dari perencanaan penelitian, maka konselor harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari institusi atau lembaga tempat konselor bekerja.
2.      Informasi rahasia yang diperlukan dalam penelitian, konselor menjaga kerahasiaan setiap rekaman data konseli dengan sebaik-baiknya jika penelitian yang akan dilakukan melibatkan banyak pihak.

E.     Konsultasi
1.      Perjanjian, jika konselor memberikan konsultasi terkait dengan permasalahan konseli dengan pihak lain, konselor membuat perjanjian dengan setiap individu-individu yang terlibat, dengan memberitahukan bahwa konselini memiliki hak untuk dijaga kerahasiaannya kepada setiap individu dan menjelaskan akibat-akibat yang mungkin terjadi jika kerahasian tersebut dibocorkan ke pihak lain..
2.      Menghargai hal-hal yang bersifat pribadi, konselor memberikan konsultasi ataupun mendiskusikan permasalahan konseli dengan tujuan professional hanya kepada pihak-pihak yang terkait, dengan tetap menjaga kerahasiaan identitas konseli.



BAB IV
EVALUASI, ASESMEN DAN INTERPRESTASI

Konselor menggunakan instrument asesmen sebagai salah satu komponen dari proses konseli dengan disesuaikan pada pribadi konseli dan budaya yang dimiliki. Konselor berusaha menciptakan kebermaknaan dari konseli atau kelompok konseli dengan membangun dan menggunakan instrument asesmen pendidikan, psikologi dan karir.

A.  Asesmen
Tujuan utama dari asesmen karir, psikologi dan pendidikan adalah untuk menyediakan pengukuran yang valid dan reliable, dalam rangka memperoleh data yang akurat mengenai konseli dan lingkungannya. Assesmen yang dilakukan tidak hanya terbatas pada: pengukuran bakat, kepribadian, minat, dan intelegensi. 

B.  Kesejahteraan Konseli
Konselor tidak diperkenankan untuk menyalahgunakan hasil asesmen dan interpretasinya, dan konselor harus mencegah terjadinya penyalahgunaan. Konselor harus menghormati hak konseli untuk mengetahui hasil dan interpretasi yang dibuat, dan melihat keputusan dan rekomendasi yang dibuat konseli.

1.      Kompetensi Dalam Menggunakan dan Menginterpretasi Instrumen Asesmen Meliputi:
a.       Pemahaman terhadap keterbatasan kompetensi
b.      Pemahaman terhadap penggunaan hasil asesmen secara tepat 
c.       Pengambilan keputusan yang berbasis hasil asesmen
2.      Pemberian Ijin Memberi Informasi Dalam Asesmen Dilakukan Dengan:
a.       Memberikan penjelasan kepada konseli
b.      Memberikan penjelasan kepada penerima hasil
BAB V
PELANGGARAN TERHADAP KODE ETIK

A.  Pendahuluan
Konselor wajib mengkaji secara sadar tingkah laku dan perbuatannya bahwa ia mentaati kode etik. Konselor wajib senantiasa mengingat bahwa setiap pelanggaran terhadap kode etik akan merugikan diri sendiri, konseli, lembaga dan pihak lain yg terkait. Pelanggaran terhadap kode etik akan mendapatkan sangsi yang mekanismenya menjadi tanggung jawab Dewan Pertimbangan Kode Etik ABKIN sebagaimana diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ABKIN, Bab X, Pasal 26 ayat 1 dan 2 sebagai berikut:
(1) Pada organisasi tingkat nasional dan tingkat propinsi dibentuk DEWAN PERTIMBANGAN KODE ETIK BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA.
(2) Dewan Pertimbangan Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia sebagaimana yang dimaksud oleh ayat (1) mempunyai fungsi pokok:
a.       Menegakkan penghayatan dan pengalaman Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia.
b.      Memberikan pertimbangan kepada Pengurus Besar atau Pengurus Daerah ABKlN atau adanya perbuatan melanggar Kode Etik Bimbingan dan Konseling oleh Anggota setelah mengadakan penyelidikan yang seksama dan bertanggungjawab.
c.       Bertindak sebagai saksi di pengadilan dalam perkara berkaitan dengan profesi bimbingan dan konseling.

B.  Bentuk Pelanggaran
1.   Terhadap Konseli
a.       Menyebarkan/membuka rahasia konseli kepada orang yang tidak terkait dengan kepentingan konseli
b.      Melakukan perbuatan asusila (pelecehan seksual, penistaan agama, rasialis).
c.       Melakukan tindak kekerasan (fisik dan psikologis) terhadap konseli.
d.      Kesalahan dalam melakukan pratik profesional (prosedur, teknik, evaluasi, dan tindak lanjut).
2.   Terhadap Organisasi Profesi
a.       Tidak mengikuti kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi.
b.      Mencemarkan nama baik profesi (menggunakan organisasi profesi untuk kepentingan pribadi dan atau kelompok).
3.   Terhadap Rekan Sejawat dan Profesi Lain yang Terkait
a.       Melakukan tindakan yang menimbulkan konflik (penghinaan, menolak untuk bekerja sama, sikap arogan)
b.      Melakukan referal kepada pihak yang tidak memiliki keahlian sesuai dengan masalah konseli.

C.  Sangsi Pelanggaran
Konselor wajib mematuhi kode etik profesi Bimbingan dan Konseling. Apabila terjadi pelanggaran terhadap kode etik Profesi Bimbingan dan Konseling maka kepadanya diberikan sangsi sebagai berikut.
1.      Memberikan teguran secara lisan dan tertulis
2.      Memberikan peringatan keras secara tertulis
3.      Pencabutan keanggotan ABKIN
4.      Pencabutan lisensi
5.      Apabila terkait dengan permasalahan hukum/ kriminal maka akan diserahkan pada pihak yang berwenang.



D.  Mekanisme Penerapan Sanksi
Apabila terjadi pelanggaran seperti tercantum diatas maka mekanisme penerapan sangsi yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1.      Mendapatkan pengaduan dan informasi dari konseli dan atau masyarakat
2.      Pengaduan disampaikan kepada dewan kode etik di tingkat daerah
3.      Apabila pelanggaran yang dilakukan masih relatif  ringan maka penyelesaiannya dilakukan oleh dewan kode etik di tingkat daerah.
4.      Pemanggilan konselor yang bersangkutan untuk verifikasi data yang disampaikan oleh konseli dan atau masyarakat.

5.      Apabila berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan oleh dewan kode etik daerah terbukti kebenarannya maka diterapkan sangsi sesuai dengan masalahnya.
Welcome to My Blog

The Counselor

The Counselor
Fathullation. Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © Konselor Berbasis IT - fathullation-

Seluruh artikel di blog ini dapat dijadikan bahan dalam perkuliahan jurusan BK || All the articles in this blog can be used as a reference for a course BK || このブログのすべての記事はもちろんBKのための基準として使用することができます || Kono burogu no subete no kiji wa mochiron BK no tame no kijun to shite shiyo suru koto ga dekimasu