Archive for Oktober 2013
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan berdampak pada buruknya citra bimbingan dan konseling, sehingga melahirkan miskonsepsi terhadap pelaksanaan BK, munculnya persepsi negatif terhadap pelaksanaan BK, berbagai kritikan muncul sebagai wujud kekecewaan atas kinerja Guru Pembimbing sehingga terjadi kesalahpahaman, persepsi negatif dan miskonsepsi berlarut. Masalah menggejala diantaranya: konselor sekolah dianggap polisi sekolah, BK dianggap semata-mata sebagai pemberian nasehat, BK dibatasi pada menangani masalah yang insidental, BK dibatasi untuk klien-klien tertentu saja, BK melayani ”orang sakit” dan atau ”kurang normal”, BK bekerja sendiri, konselor sekolah harus aktif sementara pihak lain pasif, adanya anggapan bahwa pekerjaan BK dapat dilakukan oleh siapa saja, pelayanan BK berpusat pada keluhan pertama saja, menganggap hasil pekerjaan BK harus segera dilihat, menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien, memusatkan usaha BK pada penggunaan instrumentasi BK (tes, inventori, kuesioner dan lain-lain) dan BK dibatasi untuk menangani masalah-masalah yang ringan saja.
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan disebabkan diantaranya oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Belum adanya hukum
Sejak Konferensi di Malang tahun 1960 sampai dengan munculnya Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP Bandung dan IKIP Malang tahun 1964, fokus pemikiran adalah mendesain pendidikan untuk mencetak tenaga-tenaga BP di sekolah. Tahun 1975 Konvensi Nasional Bimbingan I di Malang berhasil menelurkan keputusan penting diantaranya terbentuknya Organisasi bimbingan dengan nama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI). Melalui IPBI inilah kelak yang akan berjuang untuk memperolah Payung hukum pelaksanaan Bimbingan dann Penyuluhan di sekolah menjadi jelas arah kegiatannya.
2. Semangat luar biasa untuk melaksanakan
BP di sekolahLahirnya SK Menpan No. 026/Menpan/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Merupakan angin segar pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah. Semangat yang luar biasa untuk melaksanakan ini karena di sana dikatakan “Tugas guru adalah mengajar dan/atau membimbing.” Penafsiran pelaksanaan ini di sekolah dan didukung tenaga atau guru pembimbing yang berasal dari lulusan Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan atau Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (sejak tahun 1984/1985) masih kurang, menjadikan pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas. Lebih-lebih lagi dilaksanakan oleh guru-guru yang ditugasi sekolah berasal dari guru yang senior atau mau pensiun, guru yang kekurangan jam mata pelajaran untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Pengakuan legal dengan SK Menpan tersebut menjadi jauh arahnya terutama untuk pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah.
3. Belum ada aturan main yang jelas
Apa, mengapa, untuk apa, bagaimana, kepada siapa, oleh siapa, kapan dan di mana pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan dilaksanakan juga belum jelas. Oleh siapa bimbingan dan penyuluhan dilaksanakan, di sekolah banyak terjadi diberikan kepada guru-guru senior, guru-guru yang mau pensiun, guru mata pelajaran yang kurang jam mengajarnya untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Guru-guru ini jelas sebagian besar tidak menguasai dan memang tidak dipersiapkan untuk menjadi Guru Pembimbing. Kesan yang tertangkap di masyarakat terutama orang tua murid Bimbingan Penyuluhan tugasnya menyelesaikan anak yang bermasalah. Sehingga ketika orang tua dipanggil ke sekolah apalagi yang memanggil Guru Pembimbing, orang tua menjadi malu, dan dari rumah sudah berpikir ada apa dengan anaknya, bermasalah atau mempunyai masalah apakah. Dari segi pengawasan, juga belum jelas arah dan pelaksanaan pengawasannya. Selain itu dengan pola yang tidak jelas tersebut mengakibatkan:
- Guru BP (sekarang Konselor Sekolah) belum mampu mengoptimalisasikan tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayanan terhadap siswa yang menjadi tanggungjawabnya. Yang terjadi malah guru pembimbing ditugasi mengajarkan salah satu mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, Kesenian, dsb.nya.
- Guru Pembimbing merangkap pustakawan, pengumpul dan pengolah nilai siswa dalam kelaskelas tertentu serta berfungsi sebagai guru piket dan guru pengganti bagi guru mata pelajaran yang berhalangan hadir.
- Guru Pembimbing ditugasi sebagai “polisi sekolah” yang mengurusi dan menghakimi para siswa yang tidak mematuhi peraturan sekolah seperti terlambat masuk, tidak memakai pakaian seragam atau baju yang dikeluarkan dari celana atau rok.
- Kepala Sekolah tidak mampu melakukan pengawasan, karena tidak memahami program pelayanan serta belum mampu memfasilitasi kegiatan layanan bimbingan di sekolahnya.
- Terjadi persepsi dan pandangan yang keliru dari personil sekolah terhadap tugas dan fungsi guru pembimbing, sehingga tidak terjalin kerja sama sebagaimana yang diharapkan dalam organisasi bimbingan dan konseling. Kondisi-kondisi seperti di atas, nyaris terjadi pada setiap sekolah di Indonesia.
Lahirnya Pola 17 Plus
Program layanan Bimbingan Konseling tidak dapat berjalan dengan efektif apabila tidak didukung dengan profesionalismenya guru BK tersebut dalam melayani siswanya dengan terprogram secara efektif apabila kurang atau tidak didukung faktor lain, misalnya faktor pengalaman bekerja.
Peran dan Tanggung Jawab Masing-Masing Personil dalam Struktur Organisasi BK di Sekolah
Selasa, 08 Oktober 2013
Posted by Dddfggg
Peran dan Tanggung Jawab Masing-Masing
Personil dalam Struktur Organisasi BK di Sekolah
a. Kepala
Sekolah
Sebagai
penanggung jawab kegiatan pendidikan secara menyeluruh di sekolah yang
bersangkutan. Tugas kepala atau peranan kepala sekolah adalah :
1) Mengkoordinasikan
segenap kegiatan yang diprogramkan di sekolah, sehingga kegiatan pengajaran,
pelatihan dan bimbingan Konseling merupakan kesatuan yang terpadu, harmonis dan
dinamis.
2) Menyediakan
sarana dan prasarana, tenaga / SDM dan berbagai kemudahan bagi terlaksananya
layanan bimbingan Konseling yang efektif dan efisien.
3) Melaksanakan
pengawasan dan pembinaan terhadap perencanaan dan pelaksanaan program BK,
penilaian dan upaya tindak lanjut layanan bimbingan Konseling.
4) Mengadakan
hubungan dengan lembaga-lembaga di luar sekolah dalam rangka kerja sama
pelaksanaan pelayanan bimbingan Konseling.
5) Memberikan
kemudahan bagi terlaksananya program BK di sekolah.
6) Menetapkan
koordinator guru pembimbing yang bertanggung jawab atas koordinasi
pelaksanaan BK di sekolah berdasarkan kesepakatan bersama guru pembimbing (
konselor).
7) Menyiapkan
surat tugas guru pembimbing dalam proses BK pada setiap awal semester.
8) Menyiapkan
surat pernyataan melakukan kegiatan BK sebagai bahan usulan angka kredit bagi
guru pembimbing ( konselor).
9) Melaksanakan
layanan BK terhadap minimal 40 siswa bagi kepala sekolah yang berlatar belakang
pendidikan BK.
b. Staf
Pimpinan / Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) bertugas membantu kepala sekolah
dalam hal :
1) Mengkoordinasikan
pelaksanaan layanan BK kepada semua personil sekolah
2) Melaksanakan
kebijakan pimpinan sekolah terutama dalam layanan BK dan
3) Melaksanakan
BK terhadap minimal 75 siswa, bagi wakasek yang berlatar belakang
pendidikan BK
c. Koordinator
Bimbingan Konseling
1) Koordinator
Bimbingan Konseling bertugas mengkoordinasikan guru BK dalam :
a) Memasyarakatkan
pelayanan bimbingan Konseling
b) Menyusun
program Bimbingan Konseling
c) Melaksanakan
program Bimbingan Konseling
d) Mengadministrasikan
pelayanan Bimbingan Konseling
e) Menilai
program dan pelaksanaan Bimbingan Konseling
f) Memberikan
tindak lanjut terhadap hasil penilaian BK.
2) Membuat
usulan kepada kepala sekolah dan mengusahakan terpenuhinya tenaga, sarana dan
prasarana.
3) Mempertanggung
jawabkan pelaksanaan kegiatan BK kepada kepala sekolah.
d. Guru
Bimbingan Konseling / Konselor Sebagai pelaksana utama, tenaga inti dan ahli
guru Bimbingan Konseling / konselor bertugas.
1) Memasyarakatkan
pelayanan Bimbingan Konseling
2) Merencanakan
program Bimbingan Konseling
3) Melaksanakan
segenap layanan Bimbingan Konseling
4) Melaksanakan
kegiatan pendukung Bimbingan Konseling
5) Menilai
proses dan hasil pelayanan Bimbingan Konseling dan kegiatan
pendukungnya.
6) Melaksanakan
tindak lanjut berdasarkan penilaian
7) Mengadministrasikan
layanan dan kegitan bimbingan konseling yang dilaksanakan.
8) Mempertanggungjawabkan
tugas dan kegiatannya dalam pelayanan bimbingan konseling pada koordinator.
e. Guru
Mata Pelajaran.
Sebagai
tenaga ahli pengajaran dalam mata pelajaran tertentu dan sebagai personil yang
sehari-hari langsung berhubungan dengan siswa, peranan guru mata pelajaran
dalam pelayanan bimbingan konseling adalah :
1) Membantu
memasyarakatkan pelayanan Bimbingan Konseling kepada siswa.
2) Membantu
guru Bimbingan Konseling / konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang
memerlukan layanan Bimbingan Konseling.
3) Mengalih
tangankan (liferal) siswa yang memerlukan layanan Bimbingan Konseling kepada
konselor.
4) Menerima
siswa alih tangan dari guru Bimbingan Konseling, yaitu siswa yang menurut guru
Bimbingan Konseling memerlukan pelayanan pengajaran khusus (seperti pengajaran
perbaikan, program pengajaran.
5) Membantu
mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa yang
menunjang pelaksanaan pelayanan Bimbingan Konseling.
6) Memberikan
kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan Bimbingan
Konseling.
7) Berpartisipasi
dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa seperti konferensi kasus.
8) Membantu
pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan
Bimbingan Konseling dan upaya tindak lanjutnya.
f. Wali
Kelas.
Sebagai
pengelola kelas tertentu, dalam pelayanan bimbingan dan konseling wali kelas
berperan:
1) Membantu
mengelola kelas tertentu, dalam pelayanan Bimbingan Konseling, wali kelas
berperan dengan cara :
a) Mengumpulkan
data tentang siswa.
b) Menyelenggarakan
penyuluhan
c) Meneliti
kemajuan dan perkembangan siswa.
d) Pengaturan
dan penempatan siswa.
e) Mengidentifikasi
siswa sehari-hari.
f) Kunjungan
rumah/konsultasi dengan orang tua/wali.
2) Membantu
guru mata pelajaran melaksanakan perannya dalam pelayanan Bimbingan
Konseling, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya.
3) Membantu
memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa, khususnya di kelas yang menjadi
tanggung jawabnya untuk mengikuti layanan bimbingan dan konseling.
4) Ikut
serta dalam konferensi kasus
g. Staf
Tata Usaha / Administrasi.
Staf tata
usaha atau administrasi adalah personil yang bertugas:
1) Membantu
guru pembimbing dan koordinator dalam mengadministrasikan seluruh kegiatan BK
di sekolah
2) Membantu
mempersiapkan seluruh kegiatan BK
3) Membantu
menyiapkan sarana yang diperlukan dalam layanan BK
4) Membantu
melengkapi dokomen tentang siswa seperti catatan komulatif siswa.
1.
Kesukarelaan
2.
Keterbukaan
3.
Kegiatan
4.
Kenormatifan
5.
Kerahasiaan (masalah yang dibahas dalam kelompok menjadi rahasia kelompok yang tak boleh dibocorkan ke kelompok lainnya)
Perbedaan Antara Bimbingan Kelompok Pribadi (BKP) dengan Konseling Kelompok Pribadi (KKP)
Posted by Dddfggg
1.
Berdasarkan Tujuan dan Fungsi
a.
BKP
·
Pencegahan masalah
·
Pengembangan pribadi
b.
KKP
·
Pemecahan masalah
·
Pencegahan masalah
·
Pengembangan pribadi
2.
Berdasarkan Jumlah Anggota Konseli
a.
BKP
·
2-15 Orang
b.
KKP
·
2-7 Orang
3.
Berdasarkan Karakteristik Anggota (dari segi gender
maupun jenis masalah)
a.
BKP
·
Homogen-heterogen
b.
KKP
·
Homogen
4.
Berdasarkan Bentuk Kegiatan
a.
BKP
·
Permainan-instruksional
b.
KKP
·
Transaksional
5.
Berdasarkan Peran Pembimbing
a.
BKP
·
Fasilitator dan tutor
b.
KKP
·
Fasilitator dan terapis
6.
Berdasarkan Peran Anggota
a.
BKP
·
Anggota aktif membahas topik yang relevan dan
bermanfaat bagi pencegahan masalah atau pengembangan pribadi
b.
KKP
·
Anggota aktif membahas masalah pribadi serta
berbagi dalam memecahkan masalah orang lain atau dalam upaya pengembangan
pribadi anggota
7.
Berdasarkan Suasana Interaksi
a.
BKP
·
Multi arah
·
Aktif bernuansa intelektual
·
Pencerahan
·
Pendalaman
b.
KKP
·
Multi arah
·
Aktif bernuansa intelektual
·
Afeksional
·
Emosional
8.
Berdasarkan Teknik yang Digunakan
a.
BKP
·
Sosio-edukasional
Ø
Cooperative
Ø
Diskusi
b.
KKP
·
Psiko-edukasional
Ø
Psychoanalysis Therapy
Ø
Transactional Analysis Therapy
Ø
Behavioral Therapy
Ø
Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT)
Ø
Reality Therapy
Ø
Client Centered Therapy
Ø
Gestalt Therapy
9.
Berdasarkan Sifat dan Materi Pembicaraan
a.
BKP
·
Masalah umum
·
Tidak mengandung rahasia pribadi
b.
KKP
·
Masalah pribadi
·
Memuat rahasia pribadi
10.
Berdasarkan Lama dan Frekuensi Kegiatan
a.
BKP
·
Sesuai dengan tingkat pemahaman anggota tentang
topik masalah
b.
KKP
·
Sesuai dengan tingkat ketuntasan pemecahan
masalah individual anggota
11.
Berdasarkan Evaluasi
a.
BKP
·
Keterlibatan
·
Pemahaman isi
·
Dampak terhadap anggota kelompok
b.
KKP
·
Keterlibatan
·
Kedalaman
·
Dampak terhadap ketuntasan pemecahan masalah
individual anggota
1.
Format Layanan Klasikal
a.
Lebih dari 20 konseli
b.
Bentuk layanan yang diberikan;
·
Layanan orientasi
·
Layanan informasi
c.
Dilakukan jika ingin memberikan pemahaman kepada
satu tingkatan kelas untuk memahami satu kompetensi yang umum
2.
Format Layanan Kelompok
a.
Minimal 2 konseli dan maksimal 10/15 konseli
b.
Bentuk layanan yang diberikan;
·
Konseling kelompok
·
Bimbingan kelompok
c.
Dilakukan jika ada beberapa individu yang
memiliki masalah yang sama, dengan tingkat kerahasiaan yang umum
3.
Format Layanan Individual
a.
Seorang konseli
b.
Bentuk layanan yang diberikan;
·
Konseling individual
c.
Dilakukan jika ada masalah dari individu yang
sangat bersifat rahasia dan tidak dapat diungkapkan di muka umum.
1.
PLANNING
a.
Program BK tahunan
b.
Program BK semester
c.
Program BK bulanan
d.
Program BK mingguan
e.
Program BK harian
2.
ORGANITATION
Struktur organisasi dan deskripsi tugas
3.
STAFFING
Pembinaan staf, pengembangan kemampuan guru BK melalui kegiatan-kegitan
peningkatan mutu
4.
MOTIVATION
Pemberian penghargaan atau hukuman/sanksi
5.
CONTROLLING
a.
Pengawasan terhadap program BK
b.
Evaluasi keberhasilan program
1.
Cara Sederhana
a.
Membagi siswa satu kelas sama banyak berdasarkan
nomor urut absensi menjadi beberapa kelompok
b.
Membagi siswa menjadi beberapa kelompok dengan
jumlah laki-laki dan perempuan seimbang
c.
Memberikan kesempatan siswa untuk mencari
anggota kelompok sendiri yang jumlahnya sesuai dengan anjuran dari pimpinan
kelompok
d.
Membagi kelompok siswa berdasarkan deretan
tempat duduk
e.
Membagi siswa dengan berhitung
Catatan : metode ini hanya
dilakukan bila dalam situasi mendesak
2.
Cara Rasional
Harus memperhatikan beberapa hal berikut :
a.
Beragam jenis kelamin
b.
Beragam kemampuan akademik (konselor sudah punya
data tentang kemampuan peserta didik)
c.
Beragam sosial ekonomi
d.
Tempat tinggal berdekatan (untuk BKP/KKP di luar
jam sekolah)
e.
Berdasarkan hasil analisis sosiometri, AUM umum,
AUM PTSDL, ITP, Angket
1.
Konselor lintas budaya sadar akan nilai-nilai
pribadi yang dimiliki dan asumsi-asumsi terbaru tentang prilaku manusia
2.
Konselor lintas budaya sadar terhadap
karakteristik konseling secara umum
3.
Konselor lintas budaya harus mengetahui pengaruh
kesukuan dan mereka mempunyai perhatian terhadap lingkungannya
4.
Konselor lintas budaya tidak boleh mendorong
konseli untuk dapat mempelajari dan memahami nilai-nilai budaya pada konseli
1.
Identifikasi kebutuhan konseli (need assesment)
2.
Perumusan tujuan
3.
Pengembangan komponen program
4.
Penyusunan deskripsi kerja para personel
pelaksana
5.
Penetapan anggaran/pembiayaan
6.
Penyiapan sarana dan prasarana/fasilitas yang
mendukung penyelenggaraan program
1.
Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan
secara sehat atau pengambilan keputusan secara mandiri, sesuai dengan nilai-nilai
agama, sistem etika, atau nilai-nilai budaya
2.
Memiliki kemampuan untuk merawat dan memelihara
diri sehingga menampilkan sosok diri yang rapi, bersih dan sehat
3.
Memiliki kemampuan untuk mengolah stress
4.
Memiliki sikap optimis dalam menghadapi
kehidupan atau masa depan
1.
Komitmen hidup beragama
2.
Pemahaman sifat dan kemampuan diri
3.
Bakat dan minat
4.
Konsep diri
5.
Kemampuan mengatasi masalah-masalah pribadi
1.
Agar konseli lebih menyadari diri
2.
Agar konseli bertanggung jawab besar terhadap
dirinya
3.
Agar konseli menjadi lebih tahu kelebihan dan
kekuarangan yang dimilikinya
4.
Agar konseli mengetahui masalah-masalah yang
dihadapinya dan dapat menyelesaikan konflik-konflik yang dialaminya
5.
Agar konseli memahami semua perasaan dan
pengalaman ke dalam seluruh hidupnya
6.
Agar konseli belajar mengambil resiko
7.
Agar konseli lebih percaya diri
1.
Kajian BK terfokus pada pengembangan (prilaku
individu) untuk mewujudkan keberfungsian diri dalam lingkungan membantu
individu berkembang secara efektif
2.
Peran ganda konselor yaitu sebagai fasilitator
pilihan dan kebebasan individu di satu sisi dan pengembangan individu di sisi
lain
3.
Filsafat BK bersumber dari filsafat tentang
hakekat manusia
1.
Keberadaan BK dalam pendidikan merupakan
konsekuensi logis dari hakekat pendidikan itu sendiri
2.
Teori BK bertolah dari pandangan tentang hakekat
manusia dan dikembangkan dari kerangka pikir tentang perkembangan kepribadian
dan peribahan perilaku yang dapat dipahami dari berbagai model teori
3.
Proses BK merupakan sebuah perjumpaan
perkembangan yang didalamnya akan memperhadapkan konselor kepada
persoalan-persoalan nilai-nilai yang dianut individu dan pengaruh konselor yang
mungkin terjadi terhadap perkembangan nilai individu (konselor menjadi model)
4.
Esensi tujuan BK terletak pada kemandirian
individu atau dengan kata lain, kemandirian adalah tujuan BK
5.
Pendidikan bertolak dari hakekat manusia dan
merupakan upaya membantu manusia untuk menjadi apa yang bisa dia perbuat dan
bagaimana dia harus menjadi dan berada
6.
Mendidik berarti bertindak secara bertujuan
dalam mempengaruhi perkembangan manusia. Tindakan mendidik adalah pilihan moral
dan bukan pilihan teknis belaka