Archive for 2013
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan berdampak pada buruknya citra bimbingan dan konseling, sehingga melahirkan miskonsepsi terhadap pelaksanaan BK, munculnya persepsi negatif terhadap pelaksanaan BK, berbagai kritikan muncul sebagai wujud kekecewaan atas kinerja Guru Pembimbing sehingga terjadi kesalahpahaman, persepsi negatif dan miskonsepsi berlarut. Masalah menggejala diantaranya: konselor sekolah dianggap polisi sekolah, BK dianggap semata-mata sebagai pemberian nasehat, BK dibatasi pada menangani masalah yang insidental, BK dibatasi untuk klien-klien tertentu saja, BK melayani ”orang sakit” dan atau ”kurang normal”, BK bekerja sendiri, konselor sekolah harus aktif sementara pihak lain pasif, adanya anggapan bahwa pekerjaan BK dapat dilakukan oleh siapa saja, pelayanan BK berpusat pada keluhan pertama saja, menganggap hasil pekerjaan BK harus segera dilihat, menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien, memusatkan usaha BK pada penggunaan instrumentasi BK (tes, inventori, kuesioner dan lain-lain) dan BK dibatasi untuk menangani masalah-masalah yang ringan saja.
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan disebabkan diantaranya oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Belum adanya hukum
Sejak Konferensi di Malang tahun 1960 sampai dengan munculnya Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP Bandung dan IKIP Malang tahun 1964, fokus pemikiran adalah mendesain pendidikan untuk mencetak tenaga-tenaga BP di sekolah. Tahun 1975 Konvensi Nasional Bimbingan I di Malang berhasil menelurkan keputusan penting diantaranya terbentuknya Organisasi bimbingan dengan nama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI). Melalui IPBI inilah kelak yang akan berjuang untuk memperolah Payung hukum pelaksanaan Bimbingan dann Penyuluhan di sekolah menjadi jelas arah kegiatannya.
2. Semangat luar biasa untuk melaksanakan
BP di sekolahLahirnya SK Menpan No. 026/Menpan/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Merupakan angin segar pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah. Semangat yang luar biasa untuk melaksanakan ini karena di sana dikatakan “Tugas guru adalah mengajar dan/atau membimbing.” Penafsiran pelaksanaan ini di sekolah dan didukung tenaga atau guru pembimbing yang berasal dari lulusan Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan atau Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (sejak tahun 1984/1985) masih kurang, menjadikan pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas. Lebih-lebih lagi dilaksanakan oleh guru-guru yang ditugasi sekolah berasal dari guru yang senior atau mau pensiun, guru yang kekurangan jam mata pelajaran untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Pengakuan legal dengan SK Menpan tersebut menjadi jauh arahnya terutama untuk pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah.
3. Belum ada aturan main yang jelas
Apa, mengapa, untuk apa, bagaimana, kepada siapa, oleh siapa, kapan dan di mana pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan dilaksanakan juga belum jelas. Oleh siapa bimbingan dan penyuluhan dilaksanakan, di sekolah banyak terjadi diberikan kepada guru-guru senior, guru-guru yang mau pensiun, guru mata pelajaran yang kurang jam mengajarnya untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Guru-guru ini jelas sebagian besar tidak menguasai dan memang tidak dipersiapkan untuk menjadi Guru Pembimbing. Kesan yang tertangkap di masyarakat terutama orang tua murid Bimbingan Penyuluhan tugasnya menyelesaikan anak yang bermasalah. Sehingga ketika orang tua dipanggil ke sekolah apalagi yang memanggil Guru Pembimbing, orang tua menjadi malu, dan dari rumah sudah berpikir ada apa dengan anaknya, bermasalah atau mempunyai masalah apakah. Dari segi pengawasan, juga belum jelas arah dan pelaksanaan pengawasannya. Selain itu dengan pola yang tidak jelas tersebut mengakibatkan:
- Guru BP (sekarang Konselor Sekolah) belum mampu mengoptimalisasikan tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayanan terhadap siswa yang menjadi tanggungjawabnya. Yang terjadi malah guru pembimbing ditugasi mengajarkan salah satu mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, Kesenian, dsb.nya.
- Guru Pembimbing merangkap pustakawan, pengumpul dan pengolah nilai siswa dalam kelaskelas tertentu serta berfungsi sebagai guru piket dan guru pengganti bagi guru mata pelajaran yang berhalangan hadir.
- Guru Pembimbing ditugasi sebagai “polisi sekolah” yang mengurusi dan menghakimi para siswa yang tidak mematuhi peraturan sekolah seperti terlambat masuk, tidak memakai pakaian seragam atau baju yang dikeluarkan dari celana atau rok.
- Kepala Sekolah tidak mampu melakukan pengawasan, karena tidak memahami program pelayanan serta belum mampu memfasilitasi kegiatan layanan bimbingan di sekolahnya.
- Terjadi persepsi dan pandangan yang keliru dari personil sekolah terhadap tugas dan fungsi guru pembimbing, sehingga tidak terjalin kerja sama sebagaimana yang diharapkan dalam organisasi bimbingan dan konseling. Kondisi-kondisi seperti di atas, nyaris terjadi pada setiap sekolah di Indonesia.
Lahirnya Pola 17 Plus
Program layanan Bimbingan Konseling tidak dapat berjalan dengan efektif apabila tidak didukung dengan profesionalismenya guru BK tersebut dalam melayani siswanya dengan terprogram secara efektif apabila kurang atau tidak didukung faktor lain, misalnya faktor pengalaman bekerja.
Peran dan Tanggung Jawab Masing-Masing Personil dalam Struktur Organisasi BK di Sekolah
Selasa, 08 Oktober 2013
Posted by Dddfggg
Peran dan Tanggung Jawab Masing-Masing
Personil dalam Struktur Organisasi BK di Sekolah
a. Kepala
Sekolah
Sebagai
penanggung jawab kegiatan pendidikan secara menyeluruh di sekolah yang
bersangkutan. Tugas kepala atau peranan kepala sekolah adalah :
1) Mengkoordinasikan
segenap kegiatan yang diprogramkan di sekolah, sehingga kegiatan pengajaran,
pelatihan dan bimbingan Konseling merupakan kesatuan yang terpadu, harmonis dan
dinamis.
2) Menyediakan
sarana dan prasarana, tenaga / SDM dan berbagai kemudahan bagi terlaksananya
layanan bimbingan Konseling yang efektif dan efisien.
3) Melaksanakan
pengawasan dan pembinaan terhadap perencanaan dan pelaksanaan program BK,
penilaian dan upaya tindak lanjut layanan bimbingan Konseling.
4) Mengadakan
hubungan dengan lembaga-lembaga di luar sekolah dalam rangka kerja sama
pelaksanaan pelayanan bimbingan Konseling.
5) Memberikan
kemudahan bagi terlaksananya program BK di sekolah.
6) Menetapkan
koordinator guru pembimbing yang bertanggung jawab atas koordinasi
pelaksanaan BK di sekolah berdasarkan kesepakatan bersama guru pembimbing (
konselor).
7) Menyiapkan
surat tugas guru pembimbing dalam proses BK pada setiap awal semester.
8) Menyiapkan
surat pernyataan melakukan kegiatan BK sebagai bahan usulan angka kredit bagi
guru pembimbing ( konselor).
9) Melaksanakan
layanan BK terhadap minimal 40 siswa bagi kepala sekolah yang berlatar belakang
pendidikan BK.
b. Staf
Pimpinan / Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) bertugas membantu kepala sekolah
dalam hal :
1) Mengkoordinasikan
pelaksanaan layanan BK kepada semua personil sekolah
2) Melaksanakan
kebijakan pimpinan sekolah terutama dalam layanan BK dan
3) Melaksanakan
BK terhadap minimal 75 siswa, bagi wakasek yang berlatar belakang
pendidikan BK
c. Koordinator
Bimbingan Konseling
1) Koordinator
Bimbingan Konseling bertugas mengkoordinasikan guru BK dalam :
a) Memasyarakatkan
pelayanan bimbingan Konseling
b) Menyusun
program Bimbingan Konseling
c) Melaksanakan
program Bimbingan Konseling
d) Mengadministrasikan
pelayanan Bimbingan Konseling
e) Menilai
program dan pelaksanaan Bimbingan Konseling
f) Memberikan
tindak lanjut terhadap hasil penilaian BK.
2) Membuat
usulan kepada kepala sekolah dan mengusahakan terpenuhinya tenaga, sarana dan
prasarana.
3) Mempertanggung
jawabkan pelaksanaan kegiatan BK kepada kepala sekolah.
d. Guru
Bimbingan Konseling / Konselor Sebagai pelaksana utama, tenaga inti dan ahli
guru Bimbingan Konseling / konselor bertugas.
1) Memasyarakatkan
pelayanan Bimbingan Konseling
2) Merencanakan
program Bimbingan Konseling
3) Melaksanakan
segenap layanan Bimbingan Konseling
4) Melaksanakan
kegiatan pendukung Bimbingan Konseling
5) Menilai
proses dan hasil pelayanan Bimbingan Konseling dan kegiatan
pendukungnya.
6) Melaksanakan
tindak lanjut berdasarkan penilaian
7) Mengadministrasikan
layanan dan kegitan bimbingan konseling yang dilaksanakan.
8) Mempertanggungjawabkan
tugas dan kegiatannya dalam pelayanan bimbingan konseling pada koordinator.
e. Guru
Mata Pelajaran.
Sebagai
tenaga ahli pengajaran dalam mata pelajaran tertentu dan sebagai personil yang
sehari-hari langsung berhubungan dengan siswa, peranan guru mata pelajaran
dalam pelayanan bimbingan konseling adalah :
1) Membantu
memasyarakatkan pelayanan Bimbingan Konseling kepada siswa.
2) Membantu
guru Bimbingan Konseling / konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang
memerlukan layanan Bimbingan Konseling.
3) Mengalih
tangankan (liferal) siswa yang memerlukan layanan Bimbingan Konseling kepada
konselor.
4) Menerima
siswa alih tangan dari guru Bimbingan Konseling, yaitu siswa yang menurut guru
Bimbingan Konseling memerlukan pelayanan pengajaran khusus (seperti pengajaran
perbaikan, program pengajaran.
5) Membantu
mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa yang
menunjang pelaksanaan pelayanan Bimbingan Konseling.
6) Memberikan
kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan Bimbingan
Konseling.
7) Berpartisipasi
dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa seperti konferensi kasus.
8) Membantu
pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan
Bimbingan Konseling dan upaya tindak lanjutnya.
f. Wali
Kelas.
Sebagai
pengelola kelas tertentu, dalam pelayanan bimbingan dan konseling wali kelas
berperan:
1) Membantu
mengelola kelas tertentu, dalam pelayanan Bimbingan Konseling, wali kelas
berperan dengan cara :
a) Mengumpulkan
data tentang siswa.
b) Menyelenggarakan
penyuluhan
c) Meneliti
kemajuan dan perkembangan siswa.
d) Pengaturan
dan penempatan siswa.
e) Mengidentifikasi
siswa sehari-hari.
f) Kunjungan
rumah/konsultasi dengan orang tua/wali.
2) Membantu
guru mata pelajaran melaksanakan perannya dalam pelayanan Bimbingan
Konseling, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya.
3) Membantu
memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa, khususnya di kelas yang menjadi
tanggung jawabnya untuk mengikuti layanan bimbingan dan konseling.
4) Ikut
serta dalam konferensi kasus
g. Staf
Tata Usaha / Administrasi.
Staf tata
usaha atau administrasi adalah personil yang bertugas:
1) Membantu
guru pembimbing dan koordinator dalam mengadministrasikan seluruh kegiatan BK
di sekolah
2) Membantu
mempersiapkan seluruh kegiatan BK
3) Membantu
menyiapkan sarana yang diperlukan dalam layanan BK
4) Membantu
melengkapi dokomen tentang siswa seperti catatan komulatif siswa.
1.
Kesukarelaan
2.
Keterbukaan
3.
Kegiatan
4.
Kenormatifan
5.
Kerahasiaan (masalah yang dibahas dalam kelompok menjadi rahasia kelompok yang tak boleh dibocorkan ke kelompok lainnya)
Perbedaan Antara Bimbingan Kelompok Pribadi (BKP) dengan Konseling Kelompok Pribadi (KKP)
Posted by Dddfggg
1.
Berdasarkan Tujuan dan Fungsi
a.
BKP
·
Pencegahan masalah
·
Pengembangan pribadi
b.
KKP
·
Pemecahan masalah
·
Pencegahan masalah
·
Pengembangan pribadi
2.
Berdasarkan Jumlah Anggota Konseli
a.
BKP
·
2-15 Orang
b.
KKP
·
2-7 Orang
3.
Berdasarkan Karakteristik Anggota (dari segi gender
maupun jenis masalah)
a.
BKP
·
Homogen-heterogen
b.
KKP
·
Homogen
4.
Berdasarkan Bentuk Kegiatan
a.
BKP
·
Permainan-instruksional
b.
KKP
·
Transaksional
5.
Berdasarkan Peran Pembimbing
a.
BKP
·
Fasilitator dan tutor
b.
KKP
·
Fasilitator dan terapis
6.
Berdasarkan Peran Anggota
a.
BKP
·
Anggota aktif membahas topik yang relevan dan
bermanfaat bagi pencegahan masalah atau pengembangan pribadi
b.
KKP
·
Anggota aktif membahas masalah pribadi serta
berbagi dalam memecahkan masalah orang lain atau dalam upaya pengembangan
pribadi anggota
7.
Berdasarkan Suasana Interaksi
a.
BKP
·
Multi arah
·
Aktif bernuansa intelektual
·
Pencerahan
·
Pendalaman
b.
KKP
·
Multi arah
·
Aktif bernuansa intelektual
·
Afeksional
·
Emosional
8.
Berdasarkan Teknik yang Digunakan
a.
BKP
·
Sosio-edukasional
Ø
Cooperative
Ø
Diskusi
b.
KKP
·
Psiko-edukasional
Ø
Psychoanalysis Therapy
Ø
Transactional Analysis Therapy
Ø
Behavioral Therapy
Ø
Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT)
Ø
Reality Therapy
Ø
Client Centered Therapy
Ø
Gestalt Therapy
9.
Berdasarkan Sifat dan Materi Pembicaraan
a.
BKP
·
Masalah umum
·
Tidak mengandung rahasia pribadi
b.
KKP
·
Masalah pribadi
·
Memuat rahasia pribadi
10.
Berdasarkan Lama dan Frekuensi Kegiatan
a.
BKP
·
Sesuai dengan tingkat pemahaman anggota tentang
topik masalah
b.
KKP
·
Sesuai dengan tingkat ketuntasan pemecahan
masalah individual anggota
11.
Berdasarkan Evaluasi
a.
BKP
·
Keterlibatan
·
Pemahaman isi
·
Dampak terhadap anggota kelompok
b.
KKP
·
Keterlibatan
·
Kedalaman
·
Dampak terhadap ketuntasan pemecahan masalah
individual anggota
1.
Format Layanan Klasikal
a.
Lebih dari 20 konseli
b.
Bentuk layanan yang diberikan;
·
Layanan orientasi
·
Layanan informasi
c.
Dilakukan jika ingin memberikan pemahaman kepada
satu tingkatan kelas untuk memahami satu kompetensi yang umum
2.
Format Layanan Kelompok
a.
Minimal 2 konseli dan maksimal 10/15 konseli
b.
Bentuk layanan yang diberikan;
·
Konseling kelompok
·
Bimbingan kelompok
c.
Dilakukan jika ada beberapa individu yang
memiliki masalah yang sama, dengan tingkat kerahasiaan yang umum
3.
Format Layanan Individual
a.
Seorang konseli
b.
Bentuk layanan yang diberikan;
·
Konseling individual
c.
Dilakukan jika ada masalah dari individu yang
sangat bersifat rahasia dan tidak dapat diungkapkan di muka umum.
1.
PLANNING
a.
Program BK tahunan
b.
Program BK semester
c.
Program BK bulanan
d.
Program BK mingguan
e.
Program BK harian
2.
ORGANITATION
Struktur organisasi dan deskripsi tugas
3.
STAFFING
Pembinaan staf, pengembangan kemampuan guru BK melalui kegiatan-kegitan
peningkatan mutu
4.
MOTIVATION
Pemberian penghargaan atau hukuman/sanksi
5.
CONTROLLING
a.
Pengawasan terhadap program BK
b.
Evaluasi keberhasilan program
1.
Cara Sederhana
a.
Membagi siswa satu kelas sama banyak berdasarkan
nomor urut absensi menjadi beberapa kelompok
b.
Membagi siswa menjadi beberapa kelompok dengan
jumlah laki-laki dan perempuan seimbang
c.
Memberikan kesempatan siswa untuk mencari
anggota kelompok sendiri yang jumlahnya sesuai dengan anjuran dari pimpinan
kelompok
d.
Membagi kelompok siswa berdasarkan deretan
tempat duduk
e.
Membagi siswa dengan berhitung
Catatan : metode ini hanya
dilakukan bila dalam situasi mendesak
2.
Cara Rasional
Harus memperhatikan beberapa hal berikut :
a.
Beragam jenis kelamin
b.
Beragam kemampuan akademik (konselor sudah punya
data tentang kemampuan peserta didik)
c.
Beragam sosial ekonomi
d.
Tempat tinggal berdekatan (untuk BKP/KKP di luar
jam sekolah)
e.
Berdasarkan hasil analisis sosiometri, AUM umum,
AUM PTSDL, ITP, Angket
1.
Konselor lintas budaya sadar akan nilai-nilai
pribadi yang dimiliki dan asumsi-asumsi terbaru tentang prilaku manusia
2.
Konselor lintas budaya sadar terhadap
karakteristik konseling secara umum
3.
Konselor lintas budaya harus mengetahui pengaruh
kesukuan dan mereka mempunyai perhatian terhadap lingkungannya
4.
Konselor lintas budaya tidak boleh mendorong
konseli untuk dapat mempelajari dan memahami nilai-nilai budaya pada konseli
1.
Identifikasi kebutuhan konseli (need assesment)
2.
Perumusan tujuan
3.
Pengembangan komponen program
4.
Penyusunan deskripsi kerja para personel
pelaksana
5.
Penetapan anggaran/pembiayaan
6.
Penyiapan sarana dan prasarana/fasilitas yang
mendukung penyelenggaraan program
1.
Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan
secara sehat atau pengambilan keputusan secara mandiri, sesuai dengan nilai-nilai
agama, sistem etika, atau nilai-nilai budaya
2.
Memiliki kemampuan untuk merawat dan memelihara
diri sehingga menampilkan sosok diri yang rapi, bersih dan sehat
3.
Memiliki kemampuan untuk mengolah stress
4.
Memiliki sikap optimis dalam menghadapi
kehidupan atau masa depan
1.
Komitmen hidup beragama
2.
Pemahaman sifat dan kemampuan diri
3.
Bakat dan minat
4.
Konsep diri
5.
Kemampuan mengatasi masalah-masalah pribadi
1.
Agar konseli lebih menyadari diri
2.
Agar konseli bertanggung jawab besar terhadap
dirinya
3.
Agar konseli menjadi lebih tahu kelebihan dan
kekuarangan yang dimilikinya
4.
Agar konseli mengetahui masalah-masalah yang
dihadapinya dan dapat menyelesaikan konflik-konflik yang dialaminya
5.
Agar konseli memahami semua perasaan dan
pengalaman ke dalam seluruh hidupnya
6.
Agar konseli belajar mengambil resiko
7.
Agar konseli lebih percaya diri
1.
Kajian BK terfokus pada pengembangan (prilaku
individu) untuk mewujudkan keberfungsian diri dalam lingkungan membantu
individu berkembang secara efektif
2.
Peran ganda konselor yaitu sebagai fasilitator
pilihan dan kebebasan individu di satu sisi dan pengembangan individu di sisi
lain
3.
Filsafat BK bersumber dari filsafat tentang
hakekat manusia
1.
Keberadaan BK dalam pendidikan merupakan
konsekuensi logis dari hakekat pendidikan itu sendiri
2.
Teori BK bertolah dari pandangan tentang hakekat
manusia dan dikembangkan dari kerangka pikir tentang perkembangan kepribadian
dan peribahan perilaku yang dapat dipahami dari berbagai model teori
3.
Proses BK merupakan sebuah perjumpaan
perkembangan yang didalamnya akan memperhadapkan konselor kepada
persoalan-persoalan nilai-nilai yang dianut individu dan pengaruh konselor yang
mungkin terjadi terhadap perkembangan nilai individu (konselor menjadi model)
4.
Esensi tujuan BK terletak pada kemandirian
individu atau dengan kata lain, kemandirian adalah tujuan BK
5.
Pendidikan bertolak dari hakekat manusia dan
merupakan upaya membantu manusia untuk menjadi apa yang bisa dia perbuat dan
bagaimana dia harus menjadi dan berada
6.
Mendidik berarti bertindak secara bertujuan
dalam mempengaruhi perkembangan manusia. Tindakan mendidik adalah pilihan moral
dan bukan pilihan teknis belakaKODE ETIK PROFESI KONSELOR INDONESIA ABKIN
Rabu, 18 September 2013
Posted by Dddfggg
Tag :
Dasar - Teori - Landasan
KODE ETIK PROFESI KONSELOR INDONESIA
(ASOSIASI BIMBINGAN KONSELING INDONESIA)
PENDAHULUAN
Asosiasi Bimbingan dan Konseling
Indonesia (ABKIN) adalah suatu organisasi profesi yang beranggotakan guru
bimbingan dan konseling atau konselor dengan kualifikasi pendidikan akademik
strata satu (S-1) dari Program Studi Bimbingan dan Konseling dan Program
Pendidikan Konselor (PPK). Kualifikasi yang dimiliki konselor adalah kemampuan
dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling dalam ranah layanan
pengembangan pribadi, sosial, belajar dan karir bagi seluruh konseli.
Konselor profesional memberikan layanan
berupa pendampingan (advokasi) pengkoordinasian, mengkolaborasi dan memberikan
layanan konsultasi yang dapat menciptakan peluang yang setara dalam meraih
kesempatan dan kesuksesan bagi konseli berdasarkan prinsip-prinsip pokok
profesionalitas:
1. Setiap individu
memiliki hak untuk dihargai, diperlakukan dengan hormat dan mendapatkan
kesempatan untuk memperoleh layanan bimbingan dan konseling. Konselor
memberikan pendampingan bagi individu dari berbagai latar belakang kehidupan
yang beragam dalam budaya; etnis, agama dan keyakinan; usia; status sosial dan
ekonomi; individu dengan kebutuhan khusus; individu yang mengalami kendala
bahasa; dan identitas gender.
2. Setiap individu
berhak memperoleh informasi yang mendukung kebutuhannya untuk mengembangkan
dirinya.
3. Setiap individu
mempunyai hak untuk memahami arti penting dari pilihan hidup dan bagaimana
pilihan tersebut akan mempengaruhi masa depannya.
4. Setiap individu
memiliki hak untuk dijaga kerahasiaan pribadinya sesuai dengan aturan hukum,
kebijakan, dan standar etika layanan.
Kode etik Profesi Konselor Indonesia memiliki lima
tujuan, yaitu:
1. Melindungi
konselor yang menjadi anggota asosiasi dan konseli sebagai penerima layanan.
2. Mendukung misi
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia.
3. Kode etik
merupakan prinsip-prinsip yang memberikan panduan perilaku yang etis bagi
konselor dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling.
4. Kode etik
membantu konselor dalam membangun kegiatan layanan yang profesional.
5. Kode etik
menjadi landasan dalam menghadapi dan menyelesaikan keluhan serta permasalahan
yang datang dari anggota asosiasi.
A.Pengertian
Etika adalah suatu sistem prinsip moral, etika
suatu budaya.Aturan tentang tindakan yang dianut berkenaan dengan perilaku
suatu kelas manusia, kelompok, atau budaya tertentu.
Etika Profesi Bimbingan dan
Konseling adalah kaidah-kaidah perilaku yang menjadi rujukan bagi konselor
dalam melaksanakan tugas atau tanggung jawabnya memberikan layanan
bimbingan dan konseling kepada konseli. Kaidah-kaidah perilaku yang dimaksud adalah:
1.
Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan penghargaan
sebagai manusia; dan mendapatkan layanan konseling tanpa melihat suku bangsa,
agama, atau budaya.
2.
Setiap orang/individu memiliki hak untuk mengembangkan
dan mengarahkan diri.
3.
Setiap orang memiliki hak untuk memilih dan bertanggung
jawab terhadap keputusan yang diambilnya.
4.
Setiap konselor membantu perkembangan setiap konseli,
melalui layanan bimbingan dan konseling secara profesional.
5.
Hubungan konselor-konseli sebagai hubungan yang membantu
yang didasarkan kepada kode etik (etika profesi).
Kode Etik adalah seperangkat standar, peraturan, pedoman,
dan nilai yang mengatur mengarahkan perbuatan atau tindakan dalam suatu
perusahaan, profesi, atau organisasi bagi para pekerja atau anggotanya, dan
interaksi antara para pekerja atau anggota dengan masyarakat.
Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia
merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung
tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap anggota profesi Bimbingan dan
Konseling Indonesia. Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia wsajib dipatuhi
dan diamalkan oleh pengurus dan anggota organisasi tingkat nasional , propinsi,
dan kebupaten/kota (Anggaran Rumah Tangga ABKIN, Bab II, Pasal 2)
B. Dasar Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling
1. Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
2. Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
3. Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(pasal 28 ayat 1, 2 dan 3 tentang standar pendidik dan tenaga kependidikan)
4. Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2008 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.
5. Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
BAB I
KUALIFIKASI, KOMPETENSI DAN KEGIATAN
PROFESIONAL
KONSELOR
A. Kualifikasi
1. Sarjana pendidikan (S-1)
dalam bidang Bimbingan dan Konseling.
2. Berpendidikan profesi
konselor (PPK).
B. Kompetensi
Sosok utuh kompetensi konselor
terdiri atas dua komponen yang
berbeda namun terintegrasi dalam praksis sehingga tidak bisa dipisahkan yaitu
kompetensi akademik dan kompetensi profesional. Kompetensi tersebut dijabarkan
seperti tertera pada gambar berikut.
1.
Memahami Secara Mendalam Konseli yang Hendak
Dilayani
a. Menghargai dan
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas, kebebasan memilih,
dan mengedepankan kemaslahatan konseli dalam konteks kemaslahatan umum
b. Mengaplikasikan
perkembangan fisiologis dan psikologis serta perilaku konseli
2.
Menguasai Landasan Teoretik Bimbingan dan
Konseling
a. Menguasai
teori dan praksis pendidikan
b. Menguasai
esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur, jenis, dan jenjang,
satuan pendidikan
c. Menguasai
konsep dan praksis penelitian dalam bimbingan dan konseling
d. Menguasai
kerangka teoretik dan praksis bimbingan dan konseling
3.
Menyelenggarakan Bimbingan dan Konselingyang
Memandirikan
a. Merancang
program Bimbingan dan Konseling
b. Mengimplementasikan
program Bimbingan dan Konseling yang komprehensif
c. Menilai proses
dan hasil kegiatan Bimbingan dan Konseling.
d. Menguasai
konsep dan praksis asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah
konseli
4.
Mengembangkan Pribadi dan Profesionalitas
Secara Berkelanjutan
a. Beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Menunjukkan
integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat
c. Memiliki
kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional
d. Mengimplementasikan
kolaborasi intern di tempat bekerja
e. Berperan dalam
organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling
f. Mengimplementasikan
kolaborasi antarprofesi
C. Kegiatan Profesional
Konselor
1. Informasi,
Testing dan Riset
a. Penyimpanan
dan Penggunaan Informasi
1) Catatan tentang
diri konselispt; wawancara, testing, surat-menyurat, rekaman dan data lain merupakan
informasi yg bersifat rahasia dan hanya boleh dipergunakan untuk kepentingan
konseli.
2) Penggunaan
data/informasi dimungkinkan untuk keperluan riset atau pendidikan calon
konselor sepanjang identitas konselidirahasiakan.
3) Penyampaian
informasi ttg konselikepada keluarganya atau anggota profesi lain membutuhkan
persetujuan konseli
4) Penggunaan
informasi ttg Konselidalam rangka konsultasi dgn anggota profesi yang sama atau
yang lain dpt dibenarkan asalkan kepentingan konselidan tidak merugikan
konseli.
5) Keterangan
mengenai informasi profesional hanya boleh diberikan kepada orang yang
berwenang menafsirkan dan menggunakannya.
b. Testing
Suatu jenis tes
hanya diberikan oleh konselor yang berwenang menggunakan dan menafsirkan
hasilnya.
1) Testing dilakukan bila diperlukan
data yang lebih luas tentang sifat, atau ciri kepribadian subyek untuk
kepentingan pelayanan
2) Konselor wajib
memberikan orientasi yg tepat pada konselidan orang tua mengenai alasan
digunakannya tes, arti dan kegunaannya.
3) Penggunaan satu
jenis tes wajib mengikuti pedoman atau petunjuk yg berlaku bagi tes tersebut
4) Data hasil testing wajib
diintegrasikan dengan informasi lain baik dari konselimaupun sumber lain
5) Hasil testing hanya dapat
diberitahukan pada pihak lain sejauh ada hubungannya dgn usaha bantuan kepada
konseli
c. Riset
1) Dalam
mempergunakan riset thdp manusia, wajib dihindari hal yang merugikan subyek
2) Dalam
melaporkan hasil riset, identitas konselisebagai subyek wajib dijaga
kerahasiannya.
2. Proses
Pelayanan
a. Hubungan dalam Pemberian Pelayanan
1) Konselor wajib
menangani konseliselama ada kesempatan dlm hubungan antara konselidgn konselor
2) Konselisepenuhnya
berhak mengakhiri hubungan dengan konselor, meskipun proses konseling belum
mencapai hasil konkrit
3) Sebaliknya
Konselor tidak akan melanjutkan hubungan bila konselitidak memperoleh manfaat
dari hubungan tersebut.
b. Hubungan
dengan Konseli
1) Konselor wajib
menghormati harkat, martabat, integritas dan keyakinan konseli.
2) Konselor wajib
menempatkan kepentingan konselinya diatas kepentingan pribadinya.
3) Konselor tidak
diperkenankan melakukan diskriminasi atas dasar suku, bangsa, warna kulit,
agama, atau status sosial tertentu.
4) Konselor
tidak diperkenankan memaksa seseorang untuk memberi bantuan pada seseorang
tanpa izin dari orang yang bersangkutan.
5) Konselor wajib
memberi pelayanan kepada siapapun terlebih dalam keadaan darurat atau banyak
orang menghendakinya.
6) Konselor wajib
memberikan pelayanan hingga tuntas sepanjang dikehendaki konseli.
7) Konselor wajib
menjelaskan kepada konseli sifat hubungan yang sedang dibina dan batas-batas
tanggung jawab masing-masing dalam hubungan profesional.
8) Konselor wajib
mengutamakan perhatian terhadap konseli.
BAB II
HUBUNGAN KONSELING
A. Kesejahteraan Bagi Orang yang Dilayani
Konselor
Konselor mendorong pertumbuhan dan perkembangan konseli
dengan cara membantu kesejahteraan konseli dan memajukan pembentukan hubungan
yang sehat. Konselor harus secara aktif untuk memahami perbedaan latar belakang
budaya yang dimiliki konseli yang sedang dilayani. Konselor harus
mengeksplorasi identitas budaya dan dampaknya terhadap nilai dan kepercayaan
dalam proses konseling.
Konselor mendorong konseli untuk dapat berkontribusi pada
masyarakat dengan mendedikasikan kemampuan yang dimilikinya.
1. Tanggung Jawab Konselor
Tanggung
jawab konselor adalah menghargai dan meningkatkan kesejahteraan konseli. Dalam
rangka mewujudkan hal tersebut maka konselor harus melaksanakan tanggung jawab
sebagai berikut.
a. Tanggung Jawab Konselor Terhadap Siswa
1) Konselor memiliki
kewajiban utama untuk memperlakukan siswa sebagai individu yang unik dengan
sikap respek.
2) Konselorsecarapenuhmembantukonselidalammengembangkanpotensiataukebutuhannya(baikyangterkaitdenganpersonal,sosial,pendidikan,maupunvokasional);danmendorongkonseliuntukmencapaiperkembanganyangoptimal.
3) Menahan diri
dari upaya menorong siswa untuk menerima nilai, gaya hidup, dan keyakinan yang
menjadi orientasi pribadi konselor sendiri.
4) Bertanggung
jawab untuk memelihara hak-hak konseli.
5) Memelihara
kerahasiaan data konseli.
6) Memberikan
berbagai informasi yang dibutuhkan konseli.
b. Tanggung Jawab Terhadap Orang Tua
1) Melakukan
hubungan kerjasama (kolaborsi) dengan orang tua siswa dalam memfasilitasi
perkembangan siswa secara optimal.
2) Memberikan
informasi kepada orang tua siswa tentang peranan konselor, terutama tentang
hakikat hubungan konseling yang rahasia antara konselor dan konseli.
3) Memberikan informasi
yang akurat, komprehensif, dan relevan dengan tujuan.
4) Melakukan
sharing informasi tentang konseli.
c. Tanggung jawab Terhadap Kolega/Pihak Sekolah
1) Membangun dan
memelihara hubungan kooperatif dengan kepala sekolah, guru-guru, dan staf sekolah
dalam rangka memfasilitasi pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling.
2) Menerima
masukan pendapat atau kritikan dari kepala sekolah, dan guru-guru sebagai dasar
untuk mengembangkan atau memperbaiki program Bimbingan dan Konseling.
d. Tanggung Jawab TerhadapDirinya Sendiri
1) Menyadari bahwa
karakteristik pribadinya memberikan dampak terhadap kualitas layanan konseling.
2) Memiliki
pemahaman terhadap batas-batas kompetensi yang dimilikinya, dan menerima
tanggung jawab terhadap kegiatan yang dilakukannya.
3) Berusaha secara
terus menerus untuk mengembangkan kompetensi (wawasan pengetahuan, dan
keahlian) profesionalitas, dan kualitas kepribadiannya.
e. Tanggung Jawab
Terhadap Organisasi Profesi
1) Dalam melaksanakan hak dan
kewajibannya Konselor wajib mengaitkannya dengan tugas dan kewajibannya
terhadap konseli dan profesi sesuai kode etik untuk kepentingan dan kebahagiaan
konseli
2) Konselor tidak dibenarkan
menyalahgunakan jabatannya sebagai konselor untuk maksud mencari keuntungan
pribadi atau maksud lain yang merugikan konseli, atau menerima komisi atau
balas jasa dalam bentuk yang tidak wajar.
BAB III
KERAHASIAAN DALAM KOMUNIKASI DAN
HAL-HAL YANG
BERSIFAT PRIBADI
Konselor menyadari bahwa kepercayaan merupakan hal yang
paling utama dalam hubungan konseling. Konselor berusaha mendapatkan
kepercayaan konseli melalui hubungan konseling, menciptakan batasan dan
keleluasan yang sepatutnya, hingga menjaga kerahasiaan. Konselor
mengkomunikasikan tolok ukur kerahasiaan dengan cara yang baik dan bisa
diterima oleh konseli.
A.
Menghargai Hak-Hak Konseli
1. Kesadaran konselor akan
keberagaman atau hal yang bersifat multikultural.
2. Menghargai hal-hal yang bersifat
pribadi menyangkut kehidupan konseli.
3. Menghargai kerahasiaan informasi
mengenai konseli. Dalam hal ini konselor hanya berbagi informasi seizin konseli
atau berdasarkan pertimbangan etis dan hukum.
4. Menjelaskan berbagai keterbatasan
kerahasiaan ataupun situasi-situasi tertentu yang menyebabkan kerahasiaan harus
dibuka. Hal ini bisa dilakukan pada tahap pengenalan dalam proses konseling.
B.
Berbagi Informasi Dengan Pihak Lain
1. Pegawai Lembaga, dalam hal ini
konselor harus memastikan keamanan dan kerahasian informasi mengenai data-data
konseli yang diurus oleh pegawai lembaga, termasuk pegawai, mahasiwa, asisten
dan tenaga sukarela.
2. Team Konselor, jika penanganan
konseli melibatkan sejumlah konselor dengan peranannya masing-masing, maka
konseli terlebih dahulu diberitahukan mengenai hal tersebut dan
informasi-informasi apa saja mengenai dirinya yang akan dibagi dalam tim
tersebut.
3. Pihak ketiga yang membiayai,
konselor akan membagi informasi kepada pihak ketiga mengenai konseli jika
konseli membuat perjanjian dengan pihak yang memiliki otoritas.
4. Memindahkan informasi rahasia,
konselor memperhatikan dan memastikan keamanan pemindahan data-data rahasia
dengan komputer melalui surat elektronik, mesin fax, telepon, dan
perlengkapan teknologi komputer lainnya.
C.
Rekaman Data Konseling
1. Kerahasiaan rekaman, terkait dengan
proses dan tempat penyimpanan hingga orang-orang yang memiliki wewenang untuk
rekaman tersebut.
2. Izin untuk merekam, konselor meminta
izin kepada konseli untuk merekam proses konseling dalam bentuk elektronik
maupun bentuk lain.
3. Izin untuk observasi, konselor
meminta izin dari konseli dalam rangka observasi sesi konseling dalam
lingkungan pelatihan, seperti meninjau hasil transkrip bersama peninjau dan
fakultas.
4. Rekaman bagi Konseli, konselor hanya
memberikan salinan rekaman kepada konseli yang memang memerlukan. Konselor
membatasi pemberian salinan rekaman atau sebagian salinan kepada konseli hanya
jika isi rekaman tersebut akan mengganggu atau menyakiti perasaan konseli.
Dalam situasi konseling yang melibatkan banyak konseli, maka konselor hanya
memberikan salinan rekaman data yang menyangkut konseli yang memintanya dan
tidak menyertakan salinan data yang menyangkut konseli lain.
5. Bantuan dengan rekaman data,
konselor memberikan bantuan kepada konseli dengan cara memberikan konsultasi
dalam memaknai rekaman data.
6. Membuka atau memindahkan rekaman,
konselor meminta persetujuan tertulis dari konseli untuk membuka atau
memindahkan rekaman data kepada pihak ketiga yang memiliki wewenang.
7. Penyimpanan dan pemutihan rekaman
setelah konseling berakhir, jika konselor mengatur penyimpanan rekaman-rekaman data
konseling dengan mengikuti tahapan pengakhiran agar memudahkan proses membuka
data tersebut di masa yang akan datang ataupun jika rekaman tersebut akan
dimusnahkan. Konselor memelihara data rekaman konseli dengan tetap menjaga
kerahasiaannya.
D.
Penelitian dan Pelatihan
1. Persetujuan institusi atau lembaga,
jika konselor akan menggunakan informasi-informasi mengenai konseli sebagai
bagian dari perencanaan penelitian, maka konselor harus terlebih dahulu
mendapatkan persetujuan dari institusi atau lembaga tempat konselor bekerja.
2. Informasi rahasia yang diperlukan
dalam penelitian, konselor menjaga kerahasiaan setiap rekaman data konseli
dengan sebaik-baiknya jika penelitian yang akan dilakukan melibatkan banyak
pihak.
E.
Konsultasi
1. Perjanjian, jika konselor memberikan
konsultasi terkait dengan permasalahan konseli dengan pihak lain, konselor
membuat perjanjian dengan setiap individu-individu yang terlibat, dengan
memberitahukan bahwa konselini memiliki hak untuk dijaga kerahasiaannya kepada
setiap individu dan menjelaskan akibat-akibat yang mungkin terjadi jika
kerahasian tersebut dibocorkan ke pihak lain..
2. Menghargai hal-hal yang bersifat
pribadi, konselor memberikan konsultasi ataupun mendiskusikan permasalahan
konseli dengan tujuan professional hanya kepada pihak-pihak yang terkait,
dengan tetap menjaga kerahasiaan identitas konseli.
BAB IV
EVALUASI, ASESMEN DAN INTERPRESTASI
Konselor menggunakan instrument asesmen sebagai salah satu
komponen dari proses konseli dengan disesuaikan pada pribadi konseli dan budaya
yang dimiliki. Konselor berusaha menciptakan kebermaknaan dari konseli atau
kelompok konseli dengan membangun dan menggunakan instrument asesmen
pendidikan, psikologi dan karir.
A. Asesmen
Tujuan utama dari asesmen karir, psikologi dan pendidikan
adalah untuk menyediakan pengukuran yang valid dan reliable, dalam rangka
memperoleh data yang akurat mengenai konseli dan lingkungannya. Assesmen yang
dilakukan tidak hanya terbatas pada: pengukuran bakat, kepribadian, minat, dan
intelegensi.
B. Kesejahteraan Konseli
Konselor tidak diperkenankan untuk menyalahgunakan hasil
asesmen dan interpretasinya, dan konselor harus mencegah terjadinya
penyalahgunaan. Konselor harus menghormati hak konseli untuk mengetahui hasil
dan interpretasi yang dibuat, dan melihat keputusan dan rekomendasi yang dibuat
konseli.
1. Kompetensi Dalam Menggunakan dan Menginterpretasi Instrumen
Asesmen Meliputi:
a. Pemahaman terhadap keterbatasan
kompetensi
b. Pemahaman terhadap penggunaan hasil
asesmen secara tepat
c. Pengambilan keputusan yang berbasis
hasil asesmen
2. Pemberian Ijin Memberi Informasi Dalam Asesmen Dilakukan
Dengan:
a. Memberikan penjelasan kepada konseli
b. Memberikan penjelasan kepada
penerima hasil
BAB V
PELANGGARAN TERHADAP KODE ETIK
A. Pendahuluan
Konselor wajib mengkaji secara sadar
tingkah laku dan perbuatannya bahwa ia mentaati kode etik. Konselor wajib
senantiasa mengingat bahwa setiap pelanggaran terhadap kode etik akan merugikan
diri sendiri, konseli, lembaga dan pihak lain yg terkait. Pelanggaran terhadap
kode etik akan mendapatkan sangsi yang mekanismenya menjadi tanggung jawab
Dewan Pertimbangan Kode Etik ABKIN sebagaimana diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ABKIN, Bab X,
Pasal 26 ayat 1 dan 2 sebagai berikut:
(1) Pada
organisasi tingkat nasional dan tingkat propinsi dibentuk DEWAN PERTIMBANGAN
KODE ETIK BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA.
(2) Dewan
Pertimbangan Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia sebagaimana yang
dimaksud oleh ayat (1) mempunyai fungsi pokok:
a. Menegakkan penghayatan dan
pengalaman Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia.
b. Memberikan pertimbangan kepada
Pengurus Besar atau Pengurus Daerah ABKlN atau adanya perbuatan melanggar Kode
Etik Bimbingan dan Konseling oleh Anggota setelah mengadakan penyelidikan yang
seksama dan bertanggungjawab.
c. Bertindak sebagai saksi di
pengadilan dalam perkara berkaitan dengan profesi bimbingan dan konseling.
B. Bentuk
Pelanggaran
1. Terhadap
Konseli
a. Menyebarkan/membuka
rahasia konseli kepada orang yang tidak terkait dengan kepentingan konseli
b. Melakukan
perbuatan asusila (pelecehan seksual, penistaan agama, rasialis).
c. Melakukan
tindak kekerasan (fisik dan psikologis) terhadap konseli.
d. Kesalahan dalam
melakukan pratik profesional (prosedur, teknik, evaluasi, dan tindak lanjut).
2. Terhadap
Organisasi Profesi
a. Tidak mengikuti
kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi.
b. Mencemarkan
nama baik profesi (menggunakan organisasi profesi untuk kepentingan pribadi dan
atau kelompok).
3. Terhadap
Rekan Sejawat dan Profesi Lain yang Terkait
a. Melakukan
tindakan yang menimbulkan konflik (penghinaan, menolak untuk bekerja sama,
sikap arogan)
b. Melakukan
referal kepada pihak yang tidak memiliki keahlian sesuai dengan masalah
konseli.
C. Sangsi
Pelanggaran
Konselor wajib mematuhi kode etik profesi Bimbingan dan
Konseling. Apabila terjadi pelanggaran terhadap kode etik Profesi Bimbingan dan
Konseling maka kepadanya diberikan sangsi sebagai berikut.
1. Memberikan
teguran secara lisan dan tertulis
2. Memberikan
peringatan keras secara tertulis
3. Pencabutan
keanggotan ABKIN
4. Pencabutan
lisensi
5. Apabila terkait
dengan permasalahan hukum/ kriminal maka akan diserahkan pada pihak yang berwenang.
Apabila terjadi pelanggaran seperti
tercantum diatas maka mekanisme penerapan sangsi yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Mendapatkan
pengaduan dan informasi dari konseli dan atau masyarakat
2. Pengaduan disampaikan
kepada dewan kode etik di tingkat daerah
3. Apabila
pelanggaran yang dilakukan masih relatif ringan maka penyelesaiannya
dilakukan oleh dewan kode etik di tingkat daerah.
4. Pemanggilan
konselor yang bersangkutan untuk verifikasi data yang disampaikan oleh konseli
dan atau masyarakat.
5. Apabila
berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan oleh dewan kode etik daerah
terbukti kebenarannya maka diterapkan sangsi sesuai dengan masalahnya.